Hardiwinoto.com-Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Kepercayaan itu akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup budayanya. Sikap tanpa kepercayaan atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi. Tetapi selain kepercayaan itu dianut karena kebutuhan, dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran. Demikian pula cara berkepercayaan pun harus benar. Menganut kepercayaan yang salan dengan cara yang salah, bukan saja tidak dikehendaki akan tetapi bahkan berbahaya.
Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam kenyataan kita temui bentuk bentuk kepercayaan yang beraneka ragam di kalangan masyarakat. Karena bentuk bentuk kepercayaan itu berbeda satu dengan yang lain, maka sudah tentu ada dua kemungkinan; kesemuanya itu salah atau salah satu diantaranya yang benar. Disamping itu masing-masing bentuk kepercayaan mungkin mengandung unsur-unsur kebenaran dan kepalsuan yang bercampur baur.
Sekalipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa kepercayaan-kepercayaan itu melahirkan nilai-nilai. Niilai-nilai itu kemudian melembaga dalam tradisi tradisi yang diwariskan turun temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya. Karena kecenderungan tradisi untuk tetap mempertahankan diri terhadap kemungkinan perubahan tata nilai, maka dalam kenyataan ikatan ikatan tradisionil sering menjadi penghambat perkembangan peradaban dan kemajuan manusia. Di sini terdapat kontradiksi: kepercayaan diperlukan sebagai sumber tata nilai guna menopang peradaban manusia, tetapi pula nilai-nilai itu melembaga dalam tradisi yang membeku dan mengikat, maka justru merugikan peradaban.
Oleh karena itu pda dasarnya, guna perkembangan peradaban dan kemajuannya, manusia harus sellalu bersedia meninggalkan setiap bentuk kepercayaan dan tata nilai yang tradisionil, dan menganut kepercayaan yang sungguh-sungguh merupakan kebenaran. Maka satu-satunya sumber dan pangkal nilai itu haruslah kebenaran itu sendiri. Kebenaran merupakan asal dan tujuan segala kenyataan. Kebenaran yang Mutlak adalah Tuhan Allah.
Perumusan kalimat Persaksian (sjahadat) Islam yang ke satu: Tidak ada Tuhan selain Allah mengandung gabungan antara peniadaan dan pengecualian. Perkataan ‘tidak ada Tuhan’ meniadakan segala bentuk kepercayaan, sedangkan perkataan ‘selain Allah’ memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran. Dengan peniadaan itu dimaksudkan agar manusia membebaskan dirinya dari belenggu segenap kepercayaan yang ada dengan segala akibatnya, dan dengan pengecualian itu dimaksudkan agar manusia hanya tunduk kepada kebenaran dalam menetapkan dan memilih nilai-nilai. Hal itu berarti tunduk kepada Alllah Yang Maha Esa, Pencipta segala yang ada termasuk manusia. Tunduk dan pasrah itu disebut “Islam”.
Himpunan Mahasiswa Islam. 1991. Nilai Identitas Kader, Penjelas Azaz, Tafsir Tujuan, Tafsir Independensi.Himpunan Mahasiswa Cabang semarang.