Khomeini Merebut Negara dari Kaum Sekuler

bahaya paham syiah

hardiwinoto.com-Khomeini memiliki apa yang disebut charisme (karunia) yang kuat sekali, mudah dikultuskan oleh pengikutnya. Tetapi dia memerlukan tenaga-tenaga yang bisa membantunya. Tenaga-tenaga itu cukup banyak. Iran punya putera-putera yang teknis dan politis bisa membantunya. Berangsur-angsur mereka bisa tampil ke depan.

Natsir menerangkan tentang perkembangan selanjutnya di Iran:

Sebagaimana diketahui, mereka beroposisi terhadap Shah, awalnya pendukung secara keseluruhan bagi Khomenei. Tetapi sesudah Shah sebagai musuh bersama tak ada lagi, maka para pendukung ini yang terdiri dari bermacam corak dengan sendirinya bertentangan satu sama lain. Sebagaimana sering bertemu dalam sejarah.

Dalam rangka ini Prtai Tudeh bukan partai komunis kalau dia tidak mengambil kesempatan untuk merebut kembali kekuasaannya yang telah luput. Dan telah terjadi bentrokan-bentrokan antara pengikut Khomenei yang asli bersama kaum nasionalis yang anti komunis menghadapi Partai Tudeh dan Fedayin yang bersenjata.

Bagaimana akhirnya?

Kata Natsir, segala sesuatu memerlukan waktu. Tetapi rasanya tidak akan seperti Afganistan, oleh karena dalam hal ini kaum Syiah di Iran merupakan satu jamaah yang ketat disiplinnya. Sebenarnya orang sangat menghebohkan Iran, tetapi mendiamkan Afganistan yang seratus persen sudah boleh dikatakan dalam kekuasaan komunis, sekalipun masih ada pemberontakan secara gerilya oleh ummat Islam.

Mass media penuh dengan berita-berita Iran, karena Iran adalah minyak. Dan minyak adalah industri, yaitu yang terancam kalau berhenti produksinya bila tak ada minyak. Dan orang heboh bagaimana nasib industri berat dan ekonominya dalam masa enam bulan, kalau buruh minyak di Iran yang masih dikuasai orang komunis terus mogok. Revolusi Khomenei telah merebut negara dari kaum sekuler.Masjalah Panji Masyarakat 1 Maret 1979 diuraikan tentang merebut negara dari kaum sekuler.

Hamka menulis:

Shah Reza Pahlavi  seorang raja di sebuah negeri Islam, tetapi tidak ada perhatiannya tentang Islam sama sekali. Bahkan sangat berbeda dengan orang Islam di negeri lain, dia lebih menghargai raja Cyrus yang mendirikan kerajaan Iran 2500 tahun yang telah lalu, lebih diingatnya daripada Hijrah Nabi Muhammad SAW  dari Mekkah ke Madinah.

Tidak ada tanda-tanda pengaruh Islam dalam jiwanya. Seakan-akan beliau datang dari masyarakat “orang Paris” ke dalam masyarakat Islam. Shah jauh terpencil dari rakyatnya.

Inilah yang dilawan oleh Ayatullah Khomenei. Seorang yang seluruh hidupnya telah dilatih oleh ketekunan ibadah. Hidupnya yang sederhana dan tidak menunjukkan kemegahan duniawi. Kaset pidato-pidatonya telah menggema menyebar ke seluruh Iran dan menanamkan suatu revolusi yang kemudian meletus dengan hebatnya.

 

Puar, Yusuf Abdullah. 1979. Perjuangan Ayatullah Khomeini. Pustaka Antara. Jakarta.

 

Komentar:

 

Negara kita telah nampak sekularisme dan pemimpinnya tidak memiliki gairah keimanan dan justru menistakan rakyatnya yang mayoritas Islam. Adakah ulama’ yang mampu menyatukan umat untuk menggantikan kekuasaan sekuler kepada kekuasaan yang berkeadilan yang menghargai Iman mayoritas rakyatnya. Sekedar bertanya, apakah harus melalui revolusi sebagaimana di Iran tahun 1979?

Hardiwinoto Muchtar

Hardiwinoto adalah seorang peneliti ekonomi, dosen, kolomnis, dan pegiat sosial. Kegiatan yang dilakukan terkait dengan koleksi buku-buku ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, sastra dan sejarah.

Artikel Menarik Lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *