KESESATAN BERPIKIR

berfikir sesat

Hardiwinoto.com-Istilah teknis yang  menunjuk kata kesesatan adalah kata  ‘fallacia’, dari bahasa Yunani, masuk dalam ranah bahasa Inggris menjadi ‘fallacy’. Jenis kesesatan dalam berpikir banyak sekali jenisnya sehingga  sering terjadi orator yang tampaknya fasih dalam berorasi ternyata sesat dalam berpikir tanpa ia sadari. Karena begitu banyak jenis  kesasatan berpikir, maka dalam suatu uraian oleh seorang logikus, boleh dikata tidak ada penjelasan yang memadahi tentang kesesatan berpikir. Bisa jadi seorang logikus itu juga terkena kesesatan berpikir dan ia tidak menyadarinya.

Untuk membatasi penjelasan mengenai kesesatan berpikir pada bab ini dibatasi pada jenis kesesatan yang disebut kesasatan formal, yaitu kesesatan yang terjadi karena melanggar kaidah-kaidah logika.[1]

Kesesatan Relefansi[2]

Penjelasan mengenai berbagai macam kesesatan relefansi dapat juga ditelusur dari Monroe dan Mundiri. Dalam kedua naskah ini cukup komrehensif menjelaskan berbagai macam kesesatan berbipikir, bukan hanya kesesatan relefansi.[3]

Kesesatan relefansi terjadi karena menurunkan konklusi tetapi diperoleh dari premis-premis yang tidak relefan. Jenis kesesatan berpikir ini antara lain:

  1. Argumentum ad hominem, yaitu kesesatan yang terjadi karena argumen-argumen yang didasarkan pada kepentingan seseorang, apakah dirinya sendiri atau orang lain yang meminta jasa kepadanya. Contoh: Ada seorang terdakwa karena kasus korupsi. Ia menggunakan jasa advokat untuk membela perkaranya agar dibebaskan dari tuduhan korupsi. Pembela, dalam persidangan menjelaskan bahwa kliennya adalah seorang bermartabat, keturunan orang besar dan para ustad. Ia berualngkali meberikan infak untuk pembangunan masjid dan cukup besar sumbangannya dibanding dengan siapapun perorangan yang menyumbang pembangunan masjid, dan masyarakat sangat menaruh hormat kepadanya. Semua itu merupakan perbuatan yang termpuji. Sementara korupsi merupakan perbuatan nista. Jadi tidak mungkin kliennya berbuat korupsi. Cara berpikir yang benar, mestinya pembela tersebut meminta bukti empiris bahwa kliennya melakukan tindak pidana korupsi. Kalau penuntut ternyata tidak bisa membuktiukan. Barulah boleh menyimpulkan bahwa kliennya sebagai orang yang bermartabat.
  2. Argumentum ad verecuundiam atau argumentum auctoritas, yaitu kesestan berpikir karena mengikuti pendapat orang yang berwibawa atau orang yang memilki otoritas (fallacy of appealing to autority). Di kalangan masyarakat luas banyak umat Islam yang mendasarkan kebenaran agama kepada otoritas tokoh agama, bukan kepada teks autentik dari Alquran maupun as-sunnah. Ungkapan ‘Romo syeikh iangkang tansah kulo dereki fatwanipun’ merupakan contoh kesesatan pikir model ini. Betapa pandai seseorang kemungkinan salah pasti ada. Untuk itu, pembenaran dari kesesatan ini adalah mengikuti petunjuk teks-teks autentik dari Alquran maupun as-sunnah.selanjutnya, melakukan konfermasi kepada para pemegang otoritas adalah langkah bijaksana.
  3. Argumentum ad baculum, kesesatan berpikir terjadi karena takut ancaman. Umumnya, pengancam datang dari yang lebih superior aatau yang memiliki kekuasaan (fallacy of appealing to force). Rakyat superiornya adalah pemerintah. Orang tua menjadi superior bagi anak-anaknya. Jika pemerintah mengumumkan. Kiyai menjadi superior bagi para santrinya. Seorang anak melakukan les belajar matematika karena takut dimarahi orang tuanya, sementara ia bercita-cita menjadi presenter. Seorang yang tinggal di dekat proyek pemerintah terpaksa menjual tanahnya karena takut diintimidasi. Sorang istri terpaksa menjual dirinya karena takut terjadi kekerasan dalam rumah tangga oleh suaminya sendiri. Ketiga ilustrasi ini merupakan contoh kesesatan berpikir model argumentum ad baculum.
  4. Argumentum ad misericordiam, yaitu kesesatan berpikir untuk menimbulkan belaskasihan (fallacy of appealing to pity). Contoh. Maryam dituduh oleh penuntut umum dalam pengadilan menggelapkan uang bantuan sosial yang dikelolanya. Pembela Maryam menjelaskan bahwa Maryam, kliennya, adalah orang lemah, janda beranak tiga. Ia diceraikan oleh suaminya dengan alasan yang tidak masuk akal.Sekolah dan hidup ketiga anaknya tergantung padanya. Ia melakukan susuatu yang dituduhkan kepadanya itu tidak ia sadari. Karena itu rasanya tidak adil kalau orang yang demikian baik itu dijatuhi hukuman.
  5. Argumentum ad populum, yaitu jenis kesesatan berpkir karena mengikuti pendapat umum (populis), dalam bahasa Jawa disebut salah kaprah. Dalam kampanye, demontrasi, pidato, orasi kepada massa sering terkena kesesatan berpikir jenis ini.contoh:

kita semua sadar se sdar-sadarnya bahwa keadaan negara sekarang ini kacau di hampir semua bidang kehidupan. Penyebab utama keadaan yang demikian ini karena pemerintah yang korup dan tidak becus mengurus negara. Saatnya kita harus berubah menuju negara yang makmur dan berkeadilan. Sudah lama kita rindu negara yang demikian ini. Tranggungjawab  merubah kepada keadaan yang kita inginkan bersama hanya melalui partai X yang mengusung calon presiden Y. Track record-nya sangat bagus, keturunan bangsawan, seorang yang taat beragama, dan ia sudah kaya sebelum menjadi presiden. Karena itu suatu kebodohan jika tidak memilihnya dalam pemilu kali ini.

Keseatan yang dapat ditangkapdalam orasi ini antara lain: (1) korupnya pemerintahan itu harus dibuktikana dalam pengadilan yang objektif,(keturunan bangsawan tidak ada kaitan ontologis dengan kualitas ke-presiden-an seseorang, (3) model agama taat secara e[irik tidak terkait dengan dengan kualitas ke-presiden-an seseorang, (4) kemampuan merubah negara dari kacau kepada berkemakmuran yang berkeadilan baru bertaraf ramalan atau profokatif, belum prediksional.

  1. Kesesatan non causa pro causa, yaitu jenis kesesatan dengan menyatakan sesuatu menjadi sebab pada sesuatu yang lain padahal bukan penyebabnya. Contoh: terjadi duel antara X dan Y. Karena serunya duel, sehingga keduanya saling menyerang dengan senjata tajam. Y terbacok oleh X, demikian juga sebaliknya. Selanjutnya perkelahian dilerai oleh polisi. Keduanya dibawa ke rumah sakit untuk diobati lukanya. Tak lama kemudian Y meninggal. keluarga Y menuduh bahwa X lah yang membunuh. sabetan goloknyalah yang menyebabkan kematian Y. Kesimpulan ini belum tentu benar, bahkan bisa salah sama sekali. Setelah divisum oleh dokter profesional, ternyata kematian Y bukan karena sabetan golok, melaikan karena serangan jantung. Analisis dokter menyebutkan bawa serangan jantung yang hebat itulah yang mencapai kondisi untuk menyebabkan kematian Y. Luka sabetan golok belum sampai taraf bisa membunuhnya. Jadi kematian Y karena sabetan golok oleh X hanyalah sekedar kesalahan menduga (fallacy of forcedhypothesis).
  2. Keseatan aksidensi atua disebut juga the fallacy of accidennce, yaitu jenis kesesatan berpikir dengan menyatakan sesuatu yang bersifat kebetulan diterapkan sesbagai sesuatu yang mesti terjadi atau secara umum terjadi. Orang tua R melarang putrinya menikah dengan pemuda yang berasal dari S. Orang tua R secara kebetulan pernah memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan dari seseorang yang berasal dari desa S. Orang tua tersebut menganggap bahwa semua orang penghuni desa S adalah orang yang tidak baik.
  3. Kesesatan komposisi, yaitu kesesatan yang terjadi karena menyimpulkan suatu kasus atau beberapa kasus kemudian dikenakan dalam devisinya yang lebih umum. Contohnya adalah adalah Partinah menerima pinangan Partono pemuda dari desa X. Kebetulan, perilaku Partono sebagai suami sangat buruk, sehingga pernikahan antara Partinah dan Partono berakhir dengan cerai. Baik Partinah dan keluarga besarnya menyimpulkan bahwa penduduk desa X buruk peringainya.

Mirip dengan kesesatan komposisi adalah kesesatan devisi, yaitu kesesatan berpikir memberlakukan bagian-bagian dari keseluruhan.contoh: Suparjo menyatakan bahwa prestasi SMA Y sangat bagus. Ia akan tersesat jalan pikirannya  kalau mengatakan setiap unsur yang ada pada SMA  Y adalah baik. Hamid akan salah menyimpulkan bahwa negara kaya itu tidak ada pengemisnya, atau tidak ada penduduknya yang miskin.

  1. Petitio principii, disebut juga lingkaran setan, circulus vitiosus, atau fallacy of circular argument, yaitu kesesatan berpikir karena menarik kesimpulan dari satu premis kemudian kesimpulan tersebut dijadikan premis sehingga menimbulkan pola pikir yang berputar-putarbahwa primis menjadi konklusi dan konklusi menjadi premis. Contoh: Humaid percaya kepada Alquran karena karena itu adalah firman Allah. Ia percaya kepada firman Alah karena itu adalah wahyu. Ia percaya kepada wahyu karena itu adalah Alquran.
  2. Ignoratio elenchi, yaitu kesesatan berpikir karena konklusi yang dihasilkan dari premis tidak relefan dengan premis tersebut (fallacy of ignorance). Contoh ilustrasi berikut: dalam diskusi, Ahmad mempresentasikan gagasan-gagasan dar argumentasinya masing-masing. Sementara itu, audiens tidak dapat membuktikan bahwa gagasan Ahmad salah. Selanjutnya, Ahmad menyimpulkan bahwa gagasannyalah yang benar. Kesimpulan Ahmad ini termasuk salah karena karena kondisi saat diskusi berlangsung ada banyak faktor yang tidak diperhitungkan, umpama audiens kurang memiliki dasar atau dalil untuk membantah, atau audiens memang bukan ahlinya dalam bidang spesialisasi Ahmad. Jadi, kesalahan Ahmad yang mungkin terjadi tidak terkoreksi.
  3. Pertanyaan kompleks, yaitu kesesatan berpikir terjadi karena pertanyaan atau perintah yang tidak spesifik atau tunggal dan menuntut jawaban tunggal pula. Contoh: terdiri atas apakah Alquran itu? Jawaban yang muncul antara lain:
    1. Alquran terdiri atas 30 juz
    2. Alqura terdiri atas 114 surat, dimulai dari surat al-fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas
    3. Alquran terdiri atas surat-surat makiyyah dan surat-surat madaniah
    4. Alquran terdiri atas ayat-ayat muhkam dan ayat-ayat mutasyabihat
    5. Alquran terdiri atas huruf, kalimah, kala, dan ayat
    6. Alquran terdiri atas: ibadah, akhlaq, hukum, kisah-kisah, ketauhidan, janji, dan ancaman
    7. Alquran terdiri atas ayat-ayat quraniyyah dan ayat kauniyyah

Jawaban  mana yang dikehendaki oleh penanya adalah tidak jelas. Jadi satu pertanyaan tersebut hakikatnya adalah sejumlah pertanyaan spesifk.

  1. Kesesatan berganti dasar, yaitu kesesatan berpikir karena menurukan konklusi yang tidak didasarkan pada premisnya dengan cara melompat dari premisnya tersebut (fallacy of argumentative leap). Contoh
  2. Ahmad cepat menjadi profesor karena orang tuanya kaya.
  3. Pantas Margaret pandai dan cepat lulus karena tulisannya bagus dan parasnya cantik
  4. Karman menjadi langganan tidak lulus ujian karena tulisannya jelek.
  5. Kesesatan menolak pribadi, yaitu jenis kesesatan berpikir karena ketidaksenangan kepada lawan bicara (fallacy of abusing). Contoh: Sewaktu menjabat sebagai ketua RW, Kasman terkena kasus penyelewengan bantuan desa untuk keperluan pribadinya. Akhirnya, dalam persidangan ia dibuktikan salah dan dipenjara selama 10 tahun. Setelah bebas, ia kembali sebagai warga biasa dan sering menyatakan penyesalannya. Ia berjanji tidak akan pernah mengulangi kesalahan serupa. Pada suatu saat terjadi rembug desa mengenai perbaikan saluran air. Banyak usul dikekemukakan oleh warga, termasuk Kasman. Kasmadun menginterupsi “jangan poercaya kepada Kasman. Ingat sewaktu dia menjabat ketua RW menyelewengkan bantuan desa. Apakah saudara-asaudara akan megulangi kesalahan lagi? Dalam kasus rembug desa ini, mestinya menguji secara kritis usulan siapapun termasuk usulan Kasman dari segi baik atau tidak, hemat atau tidak, bermanfaat atau tidak, efektif atau tidak, disetujui masyarakat atau tidak, bukan melihat pribadi Kasman karena kasus lain.

Kesesatan Karena Bahasa

Banyak kata mengandung arti lebih dari satu. Kata ‘genting’ bisa berarti atap rumah, bisa pula berarti suasana yang mencekam. Kata ‘tikus’ bisa berarti salah satu spesia binatang menggerek, bisa pula berarti koruptor. Kata ‘sunnah’ bisa berarti korupsi, salah satu hukum dalam Islam, tradisi, bisa pula berarti sumber hukum setelah Alquran.  Jika salah pemakaian kata dalam suatu kalimat, bisa menyesatkan dalam memahami kata tersebut.

Agar pemakaian kata dalam suatu kalimat menjadi tepat, maka para logikus telah memberikan penjelasan model-model kesalahan bahasa yang dengan itu bisa dihindari sehingga tidak menimbulkan kesesatan dalam berbahasa atau memahami bahasa. Berikut ini merupakan bentuk-bentuk kesesatan berpikir ditimbulkan karena bahasa:

  1. Kesesatan karena aksen atau tekanan, yaitu kesalahan memberikan tekanan pada suatu katadalam suatu kalimat. Contoh:

Lurah desa X  menyunat BLT [bantuan langsung tunai) dari pemerintah untuk rakyat miskin.

Parto di sunat ketika masih berumur tujuh tahun

Jadi  Luyrah desa X masih berumur tujuh  tahun

  1. Kesesatan karena term ukuivok, yaitu kesesatan karena suatu term dalam proposisi memiliki lebih dari satu dan tidak dijelaskan secara tepat makna term tersebut, contoh:

Tuhan memiliki sifat abadi

Partinah menjadi mahasiswa abadi

Jadi Tuhan memiliki sifat Partinah

  1. Kesesatan metaforis, yaitu kesesatan berpikir terjadi karena perpindahan antara arti yang sebenarnya bertukar dengan arti kiasan. Kasus demikian biasa terjadi dalam dunia seni sastra dan lawakan, tetapi juga biasa dipakai dalam percakan yangbersifat plintiran, contoh:

Parto bermain lawakan dengan Partinah. Parto berpostur sangat gemuk, sementara Partinah sangat kurus. Partinah memanggil Parto “He, kau gajah tambun yang disengat tawon, sementara Parto memanggil menjawab Partinah  ada apa carang! Carang adalah ranting bambu.

Contoh ungkapan sastra tentang ungkapan kusuma bangsa:

Pahlawan negara yang gugur di medan pertempuran membela kemerdekaan disebut kusuma bangsa oleh para pejuang yang masih hidup dan mencapai kemerdekaan. Krida mereka hingga menemui ajal dinilai secara moral sangat indah. Keindahan amal mereka dilukiskan bagaikan bunga karena semua bunga dilihat dari bentuk adalah indah. Karena mereka bukan bunga natural, melanikan bunga karena mati berjuang, maka dilukiskan sebagai bunga bangsa.

  1. Kesesatan amfibiolis, yaitu kesesatan yang terjadi karena konstruksi sebuah kalimat yang ada unsurnya kurang jelas kedudukannya, contoh: seseorang yang membungkuk di belakang dinding rumah yang paling belakang. Dalam kalimat ini menbimbukan kerancuanpemahaman.
  1. Apakah seseorang yang membungkuk itu hanyalah salah satu dari sejumlah orang yang membungkuk di belakang dinding, atau
  2. Apakah ada sejumlah dinding berderet dalam suatu rumah, kemudian ada dinding yang paling belakang tempat seseorang membungkuk, atau
  3. Apakah ada sejumlah rumah berderet yang salah satunya adalah rumahyang paling belakang, di tempat irulah seseorang membungkuk

[1] RG. Soekadidjo, Logika Dasar: Tradisional,m Simbolik, dan Induktif, (Jakarta: Gramedia, 1985), h. 11.

[2] untuk menjelaskan macam-macam kesesatan berpikir bertolak dari pemetaan yang dilakukan oleh EG. Soekadidjo.

[3] Dapat ditelaah juga dalam: Monroe Beardsley, Thinking Straight, (New Jersey-Englewood Cliffs, 1965), hh. 323-326.’ Mundiri, Logika, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hh. 211-226.

Hardiwinoto Muchtar

Hardiwinoto adalah seorang peneliti ekonomi, dosen, kolomnis, dan pegiat sosial. Kegiatan yang dilakukan terkait dengan koleksi buku-buku ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, sastra dan sejarah.

Artikel Menarik Lainnya

1 Comment

Leave a Reply to nurilham Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *