Kalau Mau Kaya Ngapain Sekolah

entrepreneur sukses

hardiwinoto.com-Untuk menjadi seorang entrepreneur  sejati, tidak perlu IP tinggi, ijasah, apalagi modal uang. “Saat yang tepat itu justru saat kita tidak punya apa-apa. Pakai saja ilmu street smart saja,” uang Purdi E. Candra, Direktur Utama Yayasan Primagama. Menurutnya, kemampuan otak kanan yang kreatif dan inovatif saja sudah memadahi. Banyak orang ragu berbisnis Cuma gara-gara terlalu pintar. Sebaliknya, orang yang oleh guru-guru formal dianggap bodoh karena nilainya jelek, justru melejit jadi wirausahawan sukses. “Masalahnya jika orang terlalu tahu risikonya, terlalu banyak berhitung, dia malah tidak berani buka usaha,” tambah ‘konglomerat bimbingan tes, ini.

Purdi memang jadi model wirausahawan “jalanan” plus modal nekad. Ia tinggalkan kuliahnya di empat fakultas di UGM dan IKIP Yogyakarta. Laalu dengan modal Rp. 300.000, ia dirikan lembaga bimbinngan tes Primagama pada 10 Maret 1982 di Yogyakarta. Sebuah peluang bisnis potensial yang kala itu tidak banyak dilirik orang. Ia sukses membuat Primagama beromset hamper 70 milyar per tahun dengan cabang 167 cabang di lebih dari 106 kota. Ia dirikan IMKI, AMIKOM, Entrepreneur University, dan terakhir Seekolah Tinggi Psikologi di Yogyakarta. Grup Primagama pun merambah bidang radio, penerbitan, jasa wisata, ritel, dll. Semuanya diawali dari keberanian mengambil risiko.

Kini Purdi lebih banyak lagi “berdakwah” tentang entrepreneurship. Bagi Purdi, entrepreneur sukses pastilah bisa menciptakan banyak lapangan kerja. Namun, itu saja tidak cukup berarti bagi bangsa ini. “Saya memimpikan bisa melahirkan banyak lagi pengusaha. Dengan demikian, makin banyak pula lapangan kerja diciptakan. Itulah Mega Entrepreneur,” uangkap Purdi.

 

Bagaimana semangat wirausaha masyarakat kita?

Mungkin begini. Salahnya pendidikan kita itu kebanyakan orang lulus sarjana baru cari kerja. Jadi pengusaha itu mungkin malah orang-orang yang kepepet. Yang tidak diterima di mana-mana, baru dia sadar dan bikin usaha sendiri. Mestinya, kesadaran seperti itu bisa unttuk orag-orang yang tidak kepepet. Alasannya, kalau mau usaha harus ada modal, punya ketrampilan. Padahal tidak harus begitu. Saat yang tepat itu justru saat kita tidak punya apa-apa. Ibaratnya kalau kita punya ijasah pun, tidak usah dipikirin. Saya dulu tak tergantung dengan selembar kertas itu. Sekarang mau dijaminkan di bank juga tidak bisa. Hanya buat senang-senang saja kalau sudah sarjana.

 

Apa pendidikan kita sangat bermasalah?

Memang saya lihat pendidikan kita itu dari otak kiri saja. Padahal kalau kita garap yang kanan, porsinya banyak, maka otomatis otak kirinya naik. Tapi kalu kita kembangkan kiri,  kanan tidak ikut naik. Kann itu adalah praktik. Saya bilang street smart. Cerdas di lapangan, di jalanan. Orang akademis, sekolahnya pintar, IP atau nilainya tinggi, dia tidak berani menentang teori. Jadi robotlah. Kalau di situ jadi topeng monyet. Dia tidak berani membuat kreasi sendiri. Padahal hidupnya bukan di masa lalu. Hidup dia kan di masa depan, dan itu serba berubah cepat. Tidak ada yang sama dengan teori yang dia pelajari. Teori itu kan hasil temuan. Kenapa kita tidak bisa menemukan sendiri? Saya punya contoh, manajemen di Primagama, yang tidak ada di teori. Kalau pun ada di teori pasti di salah-salahkan.

 

Zaqeus, Edy. 2005. Kalau Mau Kaya, Ngapain Sekolah, Jurus-Jurus Sukses dari 11 Entrepreneur Sejati. Gradien Books. Yogyakarta.

Hardiwinoto Muchtar

Hardiwinoto adalah seorang peneliti ekonomi, dosen, kolomnis, dan pegiat sosial. Kegiatan yang dilakukan terkait dengan koleksi buku-buku ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, sastra dan sejarah.

Artikel Menarik Lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *