TEORI, KONSEP DASAR, DAN STANDAR AUDITING

pengendalian internal

hardiwinoto.com-Suatu teori dibentuk untuk menerangkan fenomena yang dapat diobservasi dalam dunia nyata. Keberadaan teori juga dapat menimbulkan masalah, karena teori memiliki keterbatasan-keterbatasan. Teori menentukan sesuatu definitif, terbuka yang dapat diperdebatkan dan didiskusikan.

Tidak seperti pada akuntansi, tidak banyak orang berbicara tentang teori auditing. Pada umumnya orang menganggap bahwa auditing hanya suatu rangkaian prosedur, metode dan teknik audit, atau sekedar suatu cara dengan sedikit penjelasan, uraian, rekonsiliasi, dan argumentasi. Meskipun demikian ada usaha yang telah dicoba untuk meyakinkan perlunya suatu teori pada auditing. R. K. Maoutz dan H. A. Sharaf, dalam bukunya “the philosophi of auditing”, merupakan tokoh pertama yang melakukan usaha tersebut. CW. Shcandl pada tahun 1978 telah mengembangkan pemikiran dari Maoutz dan Sharaf, mengemukakan elemen-elemen dasar teori adalah sebagai berikut:

  1. Postulat yaitu konsep dasar yang harus diterima tanpa perlu pembuktian.
  2. Teori yaitu dalil yang diterangkan oleh postulat.
  3. Struktur yaitu komponen disiplin tertentu dan hubungan antara komponen tersebut.
  4. Prinsip, yaitu kaidah-kaidah yang diterapkan dalam praktek.
  5. Standar, yaitu kualitas yang ditetapkan dalam hubungannya dengan praktek.

 

Menurut Lee dalam bukunya Coorporate Audit Theory, ada 3 kelompok postulat sebagai dasar teori dalam auditing. Pertama postulat yang berkaitan dengan aspek keberadaan audit, kedua yang berfokus pada tindakan auditor dan aspek prilaku, dan ketiga yang berfokus pada prosedur audit atau fungsional audit. Berikut disajikan postulat-postulat tersebut.

Teori auditing merupakan tuntunan untuk melaksanakan audit yang bersifat normatif. Dalam melakukan audit, seorang auditor menerapkan prosedur audit sesuai dengan standar yang diterima oleh umum. Untuk menetapkan standar diperlukan konsep yang mendasari sehingga standar tersebut dapat dijabarkan dalam prosedur yang dapat digunakan pada audit.

Konsep adalah abstraksi-abstraksi yang diturunkan dari pengalaman dan observasi dan dirancang, untuk memahami kesamaan-kesamaan di dalam suatu subyek, dan perbedaan-perbedaan dengan subyek yang lain. Seperti pada ilmu teknik, ekonomi, sosiologi dan lain-lain, ilmu auditing juga didasarkan pada konsep-konsep dasar. Konsep dasar sangat diperlukan karena merupakan dasar bentuk pembuatan standar, yaitu pengaruh dan pengukur kualitas dari mana prosedur-prosedur audit diturunkan.

Standar audit adalah pengukur kualitas, dan tujuan sehingga jarang berubah, sedang prosedur audit adalah metode-metode atau teknik-teknik rinci untuk melaksanakan standar, sehingga prosedur akan berubah bila lingkungan audit berubah. Misalnya sistem akuntansi berkomputer berbeda dengan sistem akuntansi manual, karena menggunkaan prosedur audit yang berbeda. Namun kualitas dan tujuan audit tidak perlu berubah.

Prosedur audit merupakan alat untuk memenuhi standar audit. Hubungan antara konsep, standar dan prosedur dapat dilihat pada gambar berikut ini.

 

Gambar 2.1.

 

Dari gambar diatas dapat ditafsirkan bahwa standar akan lebih banyak jumlahnya daripada konsep dasar. Dari mana standar tersebut diturunkan?. Demikian juga prosedur tentunya akan lebih banyak jumlahnya daripada standar.

Menurut Maoutz dan Sharaf, teori auditing tersusun atas lima konsep dasar yaitu:

  1. Bukti (evidence)
  2. Kehati-hatian dalam pemeriksaan (due audit care)
  3. Penyajian atau pengungkapan yang wajar (fair presentation)
  4. Independesi (independence)
  5. Etika prilaku (etichal conduct)

 

Bukti

Tujuan memperoleh dan mengavaluasi bukti adalah untuk memperoleh pengertian sebagai dasar untuk memberikan kesimpulan atas pemeriksaan yang dituangkan dalam pendapat auditor. Bukti harus diperoleh dengan cara-cara tertentu agar dapat dicapat hasil yang maksimal. Secara umum usaha untuk memperoleh bukti adalah dengan cara:

  1. Autoritarianisme. Bukti diperoleh berdasar informasi dari pihak lain. Misalnya keterangan lesan manajemen dan karyawan, dan pihak luar lainnya serta keterangan tertulis berupa dokumen.
  2. Mistikisme. Bukti dihasilkan oleh intuisi. Misalnya pemeriksaan buku besar, dan penelaahan terhadap keterangan dari pihak luar.
  3. Rasionalisasi. Merupakan pemikiran asumsi yang diterima. Misalnya penghitungan kembali oleh auditor dan pengamatan terhadap pengendalian intern.
  4. Empirisme. Merupakan pengalaman yang sering terjadi. Misalnya, perhitungan dan pengujian secara fisik.
  5. Pragmatisme. Merupakan hasil praktek. Misalnya kejadian setelah tanggal selesainya pekerjaan lapangan (subsquent event)

 

Kehati-hatian Dalam Pemeriksaan

Konsep kehati-hatian dalam pemeriksaan didasarkan pada isu pokok tingkat kehati-hatian yang diharapkan pada auditor yang bertanggungjawab dalam auditing disebut sebagai prudent auditor.  Tanggungjawab yang dimaksud adalah tanggungjawab seorang profesional dalam melaksanakan tugasnya. Konsep ini lebih dikenal sebagai konsep konservatif.

Sebagai manusia, seorang auditor tidak akan lepas dari kemungkinan berbuat kesalahan. Namun demikian sebagai seorang profesional auditor dituntut melakukan pekerjaannya dengan tingkat kehati-hatian yang tinggi. Konsep ini diprediksikan untuk mengurangi timbulnya kesalahan yang diakibatkan oleh kesalahan manusiawi tersebut. Masalahanya adalah sejauh mana batas tanggungjawab atas tingkat kehati-hatian tersebut bagi seorang auditor terhadap kliennya dan pengguna informasi keuangan lainnya. Hingga saat ini belum ada batasan yang jelas mengenai masalah tersebut.

Hardiwinoto Muchtar

Hardiwinoto adalah seorang peneliti ekonomi, dosen, kolomnis, dan pegiat sosial. Kegiatan yang dilakukan terkait dengan koleksi buku-buku ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, sastra dan sejarah.

Artikel Menarik Lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *