Kapitalisasi Lahan dan Banjir

kapitalisasi lahan

https://hardiwinoto.com Pada tahun 1991 saya menjadi tenaga surveyor untuk penelitian dosen saya di Undip. Saya tidak tahu tema penelitiannya. Saya hanya diminta survei tentang harga tanah waktu itu. Saya hanya dibekali quesioner dan cara mewanwancarai responden. Kebetulan saya mendapatkan wilayah Kecamatan Ngalian dan sekitarnya. Khususnya di Alaska, sebutan kami waktu itu, untuk menunjukkan alas karet Ngalian-Mijen Semarang.
Dalam perjalanan survei, salah satu responden adalah kepala pengelola alas karet di Ngalian. Kebetulan ia berkebangsaan Inggris yang sudah lama di Semarang. Niat saya mewawancarai, tetapi justru saya diajak atau ngobrol di luar isi quesioner. Inilah hasil obrolannya.
“Mas, tanah ini milik swasta, milik Inggis sejak VOC. Artinya tanah ini bukan wilayah jajahan Belanda, maka secara yuridis bukan tanah Indonesia, karena bukan dikuasai Belanda. Murni milik perusahaan kami. Jadi meskipun negara Indonesia merdeka alas karet ini tidak bisa dinasionalisasi. Jadi masih milik swasta perusahaan kami. Tapi kami juga tunduk pada peraturan perundangan yang ada di sini”. Ia membuka pembicaraan. Saya sebagai surveyor tidak mengerti apa yang dimaksud responden. Tahu saya pokoknya quesioner terisi, saya dapat honor dan besok bisa makan. Maklum anak kos, berfikirnya hanya proyek survei.
Responden melanjutkan obrolannya, belum mau mengisi kuesionernya. “Mas, buat apa survei tentang nilai atau harga tanah di lahan kami. Ini lahan konservasi, bukan lahan komersial, meskipun tanaman karet adalah tanaman komersial. Meskipun kami bukan berkebangsaan Indonesia tetapi kami sudah terlanjur mencintai Indonesia. Maka jika kita sama-sama mencintai Indonesia, hutan karet ini biarlah menjadi hutan karet, meskipun secara komersial kurang menguntungkan jika dibanding ketika lahan ini menjadi lahan komersial yaitu industri dan pemukiman, karena Alaska ini adalah lahan konservasi”. Semakin bersemangat responden berbicara. Tetapi tetap belum mengisi quesioner yang saya berikan. Saya semakin asyik menikmati isi obrolannya.
Saya hanya manggut-manggut. Dalam batinku kapan quesioner itu disi. Responden masih melanjutkan bicara. “Mas, mengisi quesionermu itu gampang. Anda adalah calon cendekiawan, siapa tahu anda nanti terlibat dalam kebijakan publik yang terkait dengan perubahan tata ruang dan penggunaan lahan. Survei harga selalu terkait dengan perubahan fungsi lahan atau RTRW (rencana tata ruang dan wilayah). Pesanku, selamatkan Alaska ini. Karena lahan ini adalah lahan konservasi. Jika terjadi perubahan fungsi lahan Alaska ini menjadi area industri, perumahan dan perdagangan, maka Semarang bagian bawah akan tenggelam oleh. Saya tahu bahwa secara bisnis, lahan ini lebih menguntungkan jika ditanami pabrik, properti, atau fasilitas dagang dari pada hanya ditanami karet. Tapi Semarang Bawah akan tenggelam oleh banjir”.
Saya semakin paham apa maksud kata-kata responden tersebut. Saya langsung berfikir, inikah yang dimaksud dengan kapitalisasi lahan. Yaitu bermaksud menaikkan nilai lahan dengan cara mengubah tata guna lahan dan RTRW. Secara hitungan kapitalisme, lahan perkotaan untuk pertanian dan perkebunan tidak lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan lahan digunakan untuk industri. Artinya industrialisasi menjadi pilihan yang paling menguntungkan. Dan kini pemerintah lebih pada keputusan publik untuk mengubah fungsi lahan Alaska menjadi area BSB (Bumi Semarang Baru). Disana terdapat pusat industri, perdagangan dan perumahan.
Kini terbukti, Semarang bagian bawah tenggelam oleh banjir. Semua air hujan mengalir lewat permukaan tanpa melalui resapan. Lahan konservasi semakin menyempit. Tanpa penelitian yang mendalam pun hipotesis mudah dibuktikan, bahwa banjir akibat dari berkurangnya lahan konservasi di atas. Salah satunya adalah berubahnya Alsaka menjadi menjadi area industri, perdagangan dan perumahan.

Akuntansi Banjir
Apa hubungnnya akuntansi dengan banjir? Istilah akuntansi banjir, apa ada pakem ilmunya? Atau sekedar nganeh-nganehi, “memperkosa” istilah. Pertanyaan terus mengusik. Pendefinisian akuntansi banjir terletak pada keseimbangan cost and revenue dari proses kapitalisasi lahan secara komprehensif. Bagaimana logikaya?
Kapitalisasi lahan konservasi akan menaikkan nilai lahan, tetapi sisi lain menimbulkan biaya-biaya yang dibebankan kepada masyarakat akibat banjir antara lain, kerusakan harta benda baik yang bersifat private maupun public, kurban jiwa maupun fasilitas publik. Biaya akibat banjir bersifat multiflier, yaitu berakibat berkurangnya atau terganggungunya aktivitas ekonomi, berikutnya berakibat menurunnya pendapatan riil masyarakat. Akuntansi banjir dapat menjadi instrumen menghitung keseimbangan antara kenaikan nilai kapitalisasi lahan sekaligus menghitung biaya akibat banjir yang menurunkan aset aset milik masyarakat dan negara secara keseluruhan akibat banjir.
Sebagaimana kasus perubahan Alaska menjadi lokasi perumahan, industri, perkantoran dan perdagangan berarti berkurangnya tandon-tandon di dalam tanah sehingga meneyebabkan berkurangnya ketersediaan air bersih. Kapitalisasi lahan memang menguntungkan. Menanggulangi banjir memang membutuhkan biaya, namun terjadi banjir juga mengakibatkan biaya. Sudahkan menghitung kerugian akibat banjir secara komprehenship.
Karena itu maka perlu penghitungan berapa biaya penanggulangan banjir yang terjadi akibat banjir, termasuk tidak melakukan kapitalisasi lahan sehingga nilai / harga lahan tidak mengalami kenaikan, dan berapa biaya akibat banjir. Banjir menjadi rutinitas, kebiasaan yang dianggap wajar. Akuntansi banjir dapat menjadi cara berfikir untuk menyelesaikan perosalan banjir akibat kapitalisasi lahan konservasi.
Mampukah politik pembangunan kita menjadi kontrol untuk melihat biaya-biaya akibat banjir? Dari kasus di atas sangat jelas bahwa kapitalisasi lahan konservasi dapat menyebabkan banjir. Maka politik pembangunan harus mampu menghitung kapitalisasi lahan yang menaikan nilai lahan sekaligus dan biaya akibat bajir yang berakibat menurunnya aset lain.
Paradigma akuntansi banjir harus menjadi kesadaran bagi para pemilik purbawasesa (otoritas/wewenang) akuntansi yaitu; para perancang, pengalokasi anggaran, dan para eksekutor pembanguan. Apa artinya, jika kapitalisasi lahan dapat menaikkan nilai atau harga lahan namun berdampak banjir dan mengakibatkan biaya pembangunan pula.
Artinya ketika terjadi kapitalisasi lahan kita mendebit tambahan aset dalam akuntansi, karena terjadi apresiasi nilai aset. Di sisi lain jika terjadi banjir, maka aset dikredit kembali. Jika aset yang dikredit lebih besar, berarti kapitalisasi lahan justru menyebabkan kerugian. (14 Februari 2018)

klik juga Akuntansi Banjir

Hardiwinoto Muchtar

Hardiwinoto adalah seorang peneliti ekonomi, dosen, kolomnis, dan pegiat sosial. Kegiatan yang dilakukan terkait dengan koleksi buku-buku ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, sastra dan sejarah.

Artikel Menarik Lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *