Peraturan Perundangan Terkait Investasi Daerah

naskah raperda

Hardiwinoto.com-Beberapa Undang-Undang dan Peraturan Terkait Investasi Daerah dapat di cermati berikut.
a. Undang-Undang RI nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
b. Undang-Undang RI nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
c. Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
d. Peraturan Pemerintah RI nomor 50 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah.
e. Peraturan Pemerintah RI nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan barang milik Negara/Daerah.
f. Peraturan Presiden RI Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
g. Peraturan Presiden 87 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
h. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.
i. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah.
j. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI nomor 17 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.
k. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI nomor 22 tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerjasama Daerah.
l. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 96 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara.
m. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 33 tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sewa Barang Milik Negara.
n. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Retribusi Jasa Usaha di Kota Semarang.
o. Peraturan Wali Kota Semarang Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Penjabaran Tugas dan Tupoksi Dinas Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kota Semarang.

Peraturan Daerah Kota Semarang Tentang Retribusi Jasa Usaha
Menurut Perda No. 3 tahun 2012 pasal 4, ayat 1 berbunyi bahwa obyek retribusi adalah jasa pelayanan pemakaian kekayaan daerah yang disediakan oleh pemerintah daerah. Kemudian ayat 2 berbunyi bahwa jasa pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi, huruf o adalah sewa lahan.
Optimalisasi pemanfaatan aset daerah merupakan optimalisasi terhadap penggunaan aset disamping meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat juga menghasilkan pendapatan (return) dalam bentuk uang. Pemanfaatan aset dalam struktur pendapatan daerah termasuk dalam rincian objek hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, Jenis lain-lain PAD yang Sah dan Kelompok Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semua pendapatan dalam bentuk uang ini merupakan hasil Pendapatan Asli Daerah yang harus disetorkan langsung kepada Kas Daerah dan selanjutnya akan dapat digunakan untuk kegiatan belanja daerah secara berkelanjutan (sustainable) melalui APBD. Pada dasarnya pemanfaatan barang milik daerah bisa dikategorisasikan sebagai bagian dari investasi. Investasi dari pendayagunaan kekayaan daerah yanag tidak dipisahkan.
Pertanyaan yang mendasar terkait pemanfaatan aset daerah adalah:
• Mengapa Aset daerah harus dimanfaatkan?
• Aset apa yang bisa dimanfaatan?
• Apa syaratnya?
• Siapa yang terkait dalam pemanfaatan?
• Bagaimana cara/pola pemanfaatan?
• Siapa yang menjadi mitra dalam pemanfaatan?
Barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh pengguna kepada pengelola dapat didayagunakan secara optimal sehingga tidak membebani APBD, khususnya biaya pemeliharaan dan kemungkinan adanya penyerobotan dari pihak lain yang tidak bertanggung jawab.
Pemanfaatan barang milik daerah yang optimal akan membuka lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat dan menambah/meningkatkan pendapatan daerah. Jenis Barang Milik Daerah yang bisa dimanfaatakan secara garis besar yaitu, pertama tanah dan/atau bangunan; kedua selain tanah dan/atau bangunan. Untuk membandingkan, kita melihat ke Kepmendagri No. 152/2004, Pasal 1 angka 25 menyatakan, Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang Daerah oleh instansi dan atau Pihak Ketiga dalam bentuk pinjam pakai, penyewaan dan pengguna-usahaan tanpa merubah status kepemilikan. Selanjutnya Kepmendagri No. 152/2004 ini telah diganti dengan Permendagri No. 17/2007, bandingkan definis pemanfaatan dengan angka 11.
UU No. 1 Tahun 2004 tidak menyebutkan definisi pemanfaatan, hanya menyebutkan nomenklatur pemanfaatan dalam pasal penjelasan. Pasal 49 Ayat (6) Ketentuan mengenai pedoman teknis dan administrasi pengelolaan barang milik negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah. Selanjutnya Penjelasan Pasal 49 Ayat (6) Peraturan Pemerintah yang dimaksud pada ayat ini meliputi perencanaan kebutuhan, tata cara penggunaan, pemanfaatan, pemeliharaan, penatausahaan, penilaian, penghapusan, dan pemindahtanganan.
Pasal 1 PP No. 27 Tahun 2014 mendifinisikan pemanfaatan sebagai pendayagunaan barang milik negara/daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan. Dalam PP tersebut, pemanfaatan yang dibahas terkait dengan kriteria pemanfaatan dan bentuk-bentuk pemanfaatan. Selanjutnya hal ini diperjelas dalam Permendagri No. 17 Tahun 2007.
Pasal 1 angka 18 Permendagri No. 17 Tahun 2007 mendifiniskan pemanfaatan sebagai pendayagunaan Barang Milik Daerah (BMD) yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam bentuk Sewa, Pinjam Pakai, Kerjasama Pemanfaatan (KSP), Bangun Guna Serah (BGS) dan Bangun Serah Guna (BSG) dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Dari definisi tersebut terdapat tiga point yang perlu diperhatikan:
• BMD yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi OPD.
• Pola pemanfaatan dalam bentuk : sewa, pinjam pakai, KSP, BGS-BSG.
• Tidak mengubah status kepemilikan
Pasal 31 menjelaskan kriteria pemanfaatan bahwa:
• Pemanfaatan BMD berupa tanah dan/atau bangunan, selain tanah dan/atau bangunan yang dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi OPD, dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan pengelola.
• Pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi OPD, dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapat persetujuan Kepala Daerah.
• Pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang tidak dipergunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi OPD, dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan pengelola.
• Pemanfaatan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan negara/daerah dan kepentingan umum.
Bentuk/pola pemanfaatan barang milik daerah berupa:
• Sewa.
• Pinjam Pakai.
• Kerjasama Pemanfaatan.
• Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna.
Sewa adalah pemanfaatan barang milik daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dengan menerima imbalan uang tunai. Penyewaan merupakan penyerahan hak penggunaan/ pemanfaatan kepada Pihak Ketiga. Dalam hubungan sewa menyewa tersebut pihak penyewa memberikan imbalan berupa uang sewa bulanan atau tahunan untuk jangka waktu tertentu, baik sekaligus maupun secara berkala.
Barang milik daerah baik barang bergerak maupun tidak bergerak yang belum dimanfaatkan oleh pemerintah daerah, dapat disewakan kepada Pihak Ketiga sepanjang menguntungkan daerah. Barang milik daerah yang disewakan, tidak merubah status kepemilikan barang daerah.
Penyewaan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dilaksanakan oleh pengelola setelah mendapat persetujuan dari Kepala Daerah. Penyewaan barang milik daerah atas sebagian tanah dan/atau bangunan, selain tanah dan/atau bangunan yang masih dipergunakan oleh pengguna, dilaksanakan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan dari pengelola. Penyewaan dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian sewa-menyewa, yang sekurang-kurangnya memuat:
• pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian.
• jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa, dan jangka waktu.
• tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu penyewaan.
• persyaratan lain yang dianggap perlu.
Penyewaan dapat dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
• penyewaan BMD hanya dapat dilakukan dengan pertimbangan untuk mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik daerah.
• untuk sementara waktu barang milik daerah tersebut belum dimanfaatkan oleh OPD.
• barang milik daerah dapat disewakan kepada pihak lain/Pihak Ketiga.
• jenis-jenis barang milik daerah yang disewakan ditetapkan oleh Kepala Daerah.
• besaran sewa ditetapkan oleh Kepala Daerah berdasarkan hasil perhitungan Tim Penaksir.
Jenis barang milik daerah yang dapat disewakan, antara lain:
• Mess/ Wisma/ Bioskop dan sejenisnya.
• Gudang/Gedung.
• Toko/ Kios,Tanah.
• Kendaraan dan Alat-alat besar.
Jangka waktu penyewaan maksimal lima tahun dan dapat dipertimbangkan untuk diperpanjang. Segala biaya yang diperlukan dalam rangka persiapan pelaksanaan penyewaan barang milik daerah ditanggung oleh Pihak Penyewa, pemanfaatan barang milik daerah selain disewakan dapat dikenakan retribusi. Retribusi atas pemanfaatan/penggunaan barang milik daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Isu terkait dengan sewa yaitu:
• Proses/prosedur sewa terhadap suatu lokasi/barang, khususnya yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
• Penentuan formula besaran sewa, sehingga tidak menimbulkan adanya indikasi merugikan keuangan daerah, dan terpenuhi asas akuntabilitas.
• Penyewaan dilakukan antar pemerintah dengan pemerintah daerah.
• Pengaturan mengenai teknis pelaksanaan penyewaan BMD.

Hardiwinoto Muchtar

Hardiwinoto adalah seorang peneliti ekonomi, dosen, kolomnis, dan pegiat sosial. Kegiatan yang dilakukan terkait dengan koleksi buku-buku ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, sastra dan sejarah.

Artikel Menarik Lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *