kulihat ibu pertiwi
sedang bersusah hati
air matamu berlinang
mas intanmu terkenang
hutan gunung sawah lautan
simpanan kekayaan
kini ibu sedang susah
merintih dan berdoa
kulihat ibu pertiwi
kami datang berbakti
lihatlah putra-putrimu
menggembirakan ibu
ibu kami tetap cinta
putramu yang setia
menjaga harta pusaka
untuk nusa dan bangsa
Kulihat ibu pertiwi sedang bersusah hati. Ini karena banyak SDA yang terkeruk habis oleh para koruptor. Korupsi telah terencana, terstruktur, teregulasi dan teramankan. Seakan korupsi terencana dan disediakan regulasi untuk mengamankan korupsi. Kita perhatikan banyak pihak yang malah menjadi “pengaman” bagi korporat yang menjadi penyokong koruptor. Terkonfirmasi mereka disebut istilah “laler hijau”, “laler coklat”. Mereka tidak ke kantor tetapi ke “toko-toko sebelah”, istilahnya “menjaga” konglomerasi dan karena teregulasi yang sangat kuat. Semakin miris karena seakan korupsi terjaga oleh regulasi dan terjaga oleh aparat keamanan. Maka wahai koruptor, nyantai aja, nikmati aja hasil korupsi kalian.
Kini, ada beasiswa kepada calon taruna dari para konglomerat. Bagi konglomerat sebenarnya adalah investasi bagi kemanannya korporasinya. Sampai begitu terencana panjang dan terstruktur dari hilir ke hulu. Perhatikan bahwa ada pantai, gunung, pulau dan segala aset alam dikuasai swasta. Para penambang, developer real estate, dapat menentukan besaran tarif pantai, laut dan pulau. Yang mestinya tarif tersebut milik negara. Ternyata tarif tersebut bisa diolah oleh developer di seluruh pantai yang didirikan perumahan karena satu-satunya jalan ke wisata pantai tersebut melewati perumahan tersebut.
Hal demikian dapat dilihat pada kasus kasus reklamasi pantai kemudian menjadi milik sektor privat para konglomerat yaitu korporasi. Bisa di konfirmasi ke lokasi-lokasi; Tanjung Kulon, Mandalika, Samangke, Morowali dan lain-lain. Jadi ada beberapa pantai, mulai dari gunung sampai pantai itu dikuasai korporasi. Dan pinggirnya disekelilingnya, kawasan industrial park, dan seterusnya.
Wahai koruptor, kalian korupsi tidak harus menjadi pejabat, tetapi silahkan menjadi penguasa korporat.Hasil riset tersebut ditulis sebagai hipotesis riset berikutnya bahwa korupsi terencana lewat regulasi, dan birokrasi untuk wahana “mafia” antara birokrat, vendor, dan regulator.