hardiwinoto.com-Ada beberapa potensi kecurangan dalam pemilu. Indikasi kecurangan tersebut dapat diendus melalui beberapa tahapan berikut:
- Potensi Kecurangan Sebelum Pencoblosan
Kecurangan melalui aparat ke-RT-an, petugas kelurahan dan Dinas Kependudukan dan Catatan Siplil. Kecurangan dapat dilakukan pada saat pemutakhiran daftar pemilih, dari daftar pemilih sementara ke daftar pemilih tetap. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mendaftarkan pemilih yang diduga pendukung calon tertentu. Yang berhak memilih adalah penduduk yang memiliki hak pilih dengan sekurang-kurangnya tinggal enam bulan di daerah pemilihan sebelum pencoblosan. Kecurangan dapat dilakukan oleh calon tertentu bekerjasama dengan ke-RT-an dan DukCapil dengan cara pembuatan surat pindah ke tempat tinggal di daerah pemilihan selama enam bulan akan menjadi pemilih tetap. Bagi calon yang mampu memindahkan tempat tinggal secara administrasi dan mendapatkan keterangan domisili selama enam bulan maka mereka dapat menjadi pemilih tetap, atau sebaliknya tidak memasukkan pemilih yang dianggap tidak mendukung calon yang dimaksud. Modus seperti ini dapat dilakukan di daerah-daerah dimana antar warga tidak saling mengenal, atau yang menjadi petugas KPPS tidak dapat mengenali calon pemeilih secara personal. KPPS hanya mengenal berdasarkan pada bukti formal surat undangan pemilu. Disamping itu juga para calon pemilih tidak mau aktif merespon proses dari daftar pemilih sementara menjadi pemilih tetap.
- Potensi Kecurangan Pasca Pencoblosan
Kecurangan melalui pelaksana pemilihan mulai KPPS, PPS, PPK. KPU Kab/Kota, KPU Provinsi dan KPU. Yaitu kecurangan dalam hal penghitungan penyusunan berita acara hasil pemungutan suara.
- Kecurangan di KPPS.
Kecurangan di KPPS adalah yang paling rawan. Yaitu terutama di tempat mana, tidak semua calon memiliki saksi. Biasanya saksi calon tertentu hanya mencatat perolehan suara dari calon yang disaksikan. Saksi kurang memperhatikan perolehan suara calon lain, bahkan mengabaikan keseluruhan himpunan suara yaitu jumlah surat suara di TPS, jumlah pemeilih tetap di lokasa KPPS, jumlaj sisa surat suara, jumlah surat suara rusak, jumlah suara sah dan tidak sah. Angka angka itu akan kelihatan rumit sehingga saksi kurang cermat. Maka himpunan semesta unsur-unsur angka jumlah suarat suara kurang dicermati. Maka ketika sudah masuk kota dan semua saksi yang ada dan petugas KPPS sudah menandatangani berita acara dianggap sudah selesai. Potensi kecurangan adalah jika petugas melakukan kecurangan untuk membuka kotak kembali dan mengubah angka angka dalam berita acara tanpa mengubah angka suara perolehan ayang ada saksinya tetapi bisa mengambil sebagian dari angka yang tidak ada saksinya atau yang lain ditambahkan kepada calon yang hendak dimenangkan. Jadi kotak dari KPPS menuju ke KPS adalah sangat rawan terjadi perubahan komposisi angka-angka dalam berita acara pemungutan suara.
- Kecurangan di PPS.
Posisi di PPS sudah tidak serawan di KPPS. Namun masih ada cukup kerawanan, karena di PPS hanya menghitung dari berita acara pemungutan suara dari KPPS. Di PPs sudah tidak perlu menghitung coblosan surat suara. Namun demikian jika dipandang penting atau mendesak, perlu membuka kotak suara untuk dihitung ulang baik jumlah pemilih tetap, jumlah surat suara, jumlah surat suara rusah, jumlah suara sah dan tidak sah harus cocok dan benar. Hal ini perlu dicermati dan perlu diperhatikan karena ada potensi untuk mengubah berita acara sekaligus jumlah coblosan karena kotak diganti surat suara sesuai yang dikehendaki. Maka perlu menghadirkan semua saksi dan semua petugas KPPS. Potensi kecurangan adalah perubahan berita acara dari KPPS sampai PPS. Potensi perubahan berita acara dan isi kotak karena jeda waktu paling sedikit satu hari sampai dengan tiga hari. Waktu inilah yang harus diperhatikan.
- Kecurangan di PPK.
Kecurangan di PPK hampir sama dengan ketika di PPS hanya saja, lebih ringan dibanding di PPS. Namun masih ada potensi untuk mengubah berita acara dan isi kotak suara. Di PPK saksi cenderung komplit, yaitu hampir semua calon memiliki saksi. Di samping itu saksi di PPK sudah mulai agak paham tentang unsur-unsur angka yang ada dalam berita acara penghitungan. Sehingga kerawanan proses penghitungan agak ringan.
- Potensi Kecurangan di KPU Kab/Kota.
Kecurangan berada pada perubahan berita acara, tetapi hampir tidak berani mengubah berita acara penghitungan, karena saksi yang ada di KPU Kab/Kota biasanya lengkap dan mereka sudah paham unsur-unsur angka dalam berita acara.
- Potensi Kecurangan di KPU Provinsi.
Potensi kecurangan berada pada perubahan berita acara, tetapi hampir tidak berani mengubah berita acara penghitungan, karena saksi yang ada di KPU Kab/Kota biasanya lengkap dan mereka sudah paham unsur-unsur angka dalam berita acara.
- Poternsi Kecurangan di KPU Pusat.
Potensi kecurangan berada pada perubahan berita acara, tetapi hampir tidak berani mengubah berita acara penghitungan, karena saksi yang ada di KPU Kab/Kota biasanya lengkap dan mereka sudah paham unsur-unsur angka dalam berita acara.
Kesimpulan:
- Potensi-potensi kecurangan tersebut diatas dapat digunakan untuk melacak jika ada gugagtan tentang hasil pemilu.
- Calon harus demisioner dari semua jabatan sebelumnya, karena jabatan yang disandangnya akan mempengaruhi independensi semua pelaku pelaksana keterkaitan dengan pemilu. Jadi tidak hanya cuti di saat masa kampanye, karena tahapan pemilu adalah 6 bulan di tambah satu bulan sebelum masa tahapan pemilu dan satu bulan sesudah tahapan pemilu jadi harus demisioner selama delapan bulan. Jika di dalam masa pemilu delapan bulan masih menjabat maka kemungkinan besar masih bisa menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi posisi posisi tertentu untuk mengambil kebijakan yang menguntungkan pencalonannya yang mengarah pada kecurangan pemilu sebagaimana disebut diatas.
Hardiwinoto, anggota KPU Kabupaten Demak 2003-2008