hardiwinoto.com-The Liang Gie membagi logika ke dalam empat macam bahasan:
Logika Makna Luas dan Logika makna Sempit
Dalam arti sempit, logika mencakup cara berpikir deduktif atau logika formal (The Liang Gie, 1980:122). Dalam arti luas, logika mencakup tiga cabang filsafat sekaligus: (a) asas umum mengenai pembentukan pengertian inferensi, dan tatanan logika formal, (b) sifat dasar dan syarat pengetahuan, terutama hubungan antara budi dengan objek yang diketahui, ukuran kebenaran, dan kaidah-kaidah pembuktian (epistemologi), dan (c) metode-metode untuk mendapatkan pengetahuan dalam penyelidikan ilmiah, metodologi (Logika Deduktif dan Logika Induktif).
Logika deduktif adalah bagian logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang bersifat deduktif, dalam arti menarik kesimpulan sebagai keharusan dari pangkal pikirnya sehingga bersifat betul hanya dalam bentuknya saja. Titik tekan dalam logika ini adalah bentuk dari kerja akal, keruntutannya, dan kesesuaiannya dengan langkah-langkah aturan yang berlaku sehingga penalaran menjadi tepat, lurus, dan sah. Sementara itu, logika induktif adalah kegiatan berpikir yang berproses dari hal-hal yang bersifat individual/khusus meningkat kepada penyimpulan yang bersifat umum atau general[1].
Logika Formal dan Logika Material
Logika formal mempelajari asas, aturan, atau hukum-hukum berpikir yang harus ditaati, sehingga orang dapat berpikir dengan benar dan dapat mencapai kebenaran. Sementara itu, logika material mempelajari kerja akal dan menilai hasil kerja logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis. Logika material disebut juga logika mayor, dan logika formal minor.
Logika Murni dan Logika Terapan
Logika murni (pure logic) adalah ilmu tentang efek terhadap arti dan pernyataan dan sebagai akibatnya terhadap keabsahan dari pembuktian tentang semua bagian dan segi dari pernyataan dan pembuktian kecuali arti-arti tertentu dari istilah yang termuat di dalamnya[2]
Logika Filsafati dan Logika Matematik
Logika filsafati dapat digolongkan sebagai suatu ragam atau bagian logika yang masih berhubungan erat dengan pembahasan dalam bidang filsafat, misalnya logika kewajiban dengan etika atau logika arti dengan metafisika. Sementara itu, logika matematika merupakan suatu ragam logika yang menelaah penalaran yang benar dengan menggunakan metode matematika serta bentuk lambang yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna ganda atau kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa.[3]
Hubungan Antara Logika Dengan Psikologi
Psikologi mempelajari perkembangan pikiran tentang pengalaman melalui proses subjektif di dalam jiwa. Dengan kata lain, psikologi memberikan keterangan mengenai sejarah perkembangan berpikir. Sementara itu, logika merupakan cabang filsafat yang bertujuan membimbing akal untuk berpikir bagaimana seharusnya. Untuk itu, manusia harus mengetahui bagaimana ia itu berpikir.
Hubungan Antara Logika Dengan Bahasa
Bahasa adalah alat untuk mengkomunikasikan isi pikiran. Seseorang untuk dapat mengetahui isi pikiran orang lain, ia harus mengetahui (membaca kalau isi pikiran itu dituangkan dengan tulisan atau mendengar kalau isi pikiran itu dituangkan ke dalam kata-kata) tulisannya atau kata-katanya. Komunikasi antara pemilik pikiran (khathib) dan yang diajak berkomunikasi (mukhathab) akan dapat berlangsung komunikatif manakala isi pikiran tersebut disusun dengan menggunakan kaidah-kaidah kebahasaan yang baik dan benar.
Ilmu bahasa menyajikan kaidah penyusunan kalimat atau bahasa yang baik dan benar, semntara logika menyajikan tatacara dan kaidah berpikir yang lurus, tepat, dan akurat. Jadi, keduanya saling mengisi dan melengkapi. Seseorang dalam kehidupan sehari-hari bisa berbahasa dan berkomunikasi dengan baik manakala ditunjang oleh cara berpikir yang: benar, lurus, akurat, rasional, dan logis.
Logika dan Metafisika
Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari hakikat realitas (kenyataan). Realitas ini dapat ditemukan dengan mencari sesuatu yang berada di sebalik yang tampak, fisis, dan indrawi. Pencarian hakikat di sebalik yang tampak dapat dilaksanakan dengan cara berpikir kritis, mencari tahu apa yang disebut benar di sebalik yang indrawi tersebut, bisa menolak, mempertimbangkan, atau juga mengafirmasi.
Dalil-dalil, hukum-hukum dalam logika bagi metafisika bukan apa yang telah dirumuskan yang menjadi hakikat kebenaran, melainkan apa yang berada di balik rumusan tentang kebenaran itu. Jadi, bagi logika, metafisika adalah kritik dan analisis terhadap dalil dan hukum logika. Semakin erat hubungan antara logika dengan metafisika, kebenaran logika semakin dapat dipertanggungjawabkan, artinya kebenaran logis mendekati kebenaran ralistis. Praksisnya, semakin seseorang mampu berpikir logis memiliki daya tahan yang kuat dari peluang tertipu dari kebenaran yang tampak.[4]
Danusiri. 2015. Logika Dalam Naungan Al Qur’an dan As-sunnah. Karya Abadi Jaya. Semarang.
[1] R.G. Soekadidjo, Logika Dasar: Tradisional, Simbolik, dan Induktif (Jakarta: Gramedia, 1985), 131.
[2] The Liang Gie, (et.all), Pengantar Logika Modern,I, Yogyakarta:Karya Keneana. 1980), h. 161.
[3] Ibid., 35-36.
[4] Sutajiyo (et.all), Dasar-Dasar Logika, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 16-17.
1 Comment