Memaknai Tahun Baru Hijriyah

Tahun hijriyah mulai diberlakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Sistem penanggalan tidak menggunakan nama ‘Tahun Muhammad’ atau ‘Tahun Umar’, mengandung makna tidak ada unsur pemujaan kepada seseorang. Tidak seperti sistem penanggalan Tahun Masehi yang diambil dari gelar Nabi Isa, Al-Masih (Arab) atau Messiah (Ibrani). Tidak juga seperti sistem penanggalan Bangsa Jepang, Tahun Samura, yang mengandung unsur pemujaan terhadap Amaterasu O Mi Kami (dewa matahari) yang diproklamasikan berlakunya untuk mengabadikan kaisar pertama yang dianggap keturunan Dewa Matahari, yakni Jimmu Tenno (naik tahta tanggal 11 pebruari 660 M yang dijadikan awal perhitungan Tahun Samura). Atau penangalan Tahun Saka bagi suku Jawa yang berasal dari Raja Aji Saka. Aji Saka diyakini sebagai raja keturunan dewa yang datang ke tanah Tanah Jawa. 

Seandainya Khalifah Umar berambisi untuk mengabadikan namanya dengan menamakan penanggalan itu dengan “Tahun Umar” sangatlah mudah baginya melakukan itu. Umar tidak mementingkan keharuman nama atau membanggakan diri sebagai pencetus ide sistem penanggalaan. Umar malah menjadikan penanggalan itu sebagai jaman baru pengembangan Islam, karena penanggalan mengandung makna spiritual dan nilai historis yang amat tinggi harganya bagi agama dan umat Islam. Selain Umar, yang berjasa dalam penanggalan Tahun Hijriyah adalah Ali bin Abi Thalib. Beliau mencetuskan pemikiran agar penanggalan Islam dimulai penghitungannya dari peristiwa hijrah, saat umat Islam meninggalkan Makkah menuju Yatsrib (Madinah).

Hijrah adalah momentum perjalanan menuju Daulah Islamiyah yang membentuk tatanan masyarakat, yang diawali dengan jalinan ukhwah sesama Muslim (ukhuwah Islamiyah) antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Jalinan ukhuwah yang yang sangat kokoh telah membawa Islam mencapai kejayaan ke berbagai penjuru bumi.

Hikmah hijrah perlu dikaji dan diamalkan oleh umat Islamdi di setiap pergantian waktu, hari demi hari hingga tahun demi tahun, sehingga dapat memunculkan harapan baru kepada keadaan yang lebih baik. Hari-hari yang kita lalui hendaknya selalu lebih baik dari hari-hari sebelumnya.

Untuk lebih lengkap informasi dapat di klik berikut.

Hardiwinoto Muchtar

Hardiwinoto adalah seorang peneliti ekonomi, dosen, kolomnis, dan pegiat sosial. Kegiatan yang dilakukan terkait dengan koleksi buku-buku ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, sastra dan sejarah.

Artikel Menarik Lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *