Hardiwinoto.com-Bahwa Hutan Mangrove memiliki manfaat ekonomi yang cukup luas. Penelitian penulis menunjukkan bahwa Hutan Mangrove menyumbangkan kepada PDRB ke Kabupaten Pemalang yang cukup signifikan. Hasil penelitian penulis tentang sumbangan hutan Mangrove terhadap PDRB Kabupaten Pemalang adalah berikut:
Kesimpulan
Berdasar pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut:
1. Penilaian ekonomi sumberdaya hutan mangrove di Kabupaten Pemalang dilakukan dengan menghitung seluruh nilai Ekonomi yang dimiliki oleh hutan mangrove tersebut yang meliputi; (a) Nilai Guna Langsung, (b) Nilai Guna Tidak Langsung, (c) Nilai Pilihan, dan (d) Nilai Keberadaan. Seluruh data tersebut kemudian di masukan kedalam persamaan; Nilai Guna Langsung + Nilai Guna Tidak Langsung + Nilai Pilihan + Nilai Keberadaan.
2. Nilai Ekonomi mangrove di Kabupaten Pemalang adalah sebagai berikut:
a. Nilai Manfaat Langsung 20.758.785.000 (11,37%)
b. Nilai Keberadaan Hutan Mangrove 120.400.953.000 (65,92%)
c. Nilai Manfaat Tidak Langsung 39.408.750.273 (21,58%)
d. Nilai Pilihan (Pengembangan Pariwisata 1.656.526.000 (0,91%)
e. Nilai Pengembangan dan Konservasi 426.332.800 (0,23%)
3. Ekosistem hutan mangrove memberikan banyak manfaat baik langsung maupun tidak langsung yang disebut jasa hutan mangrove.
4. Pengelolaan hutan mangrove harus dilakukan secara sinergi antar potensi ekonomi pesisir di Kabupaten Pemalang yang terintegrasi antara pembangunan pariwisata, perikanan tambak dan indutri perikanan, serta sektor sektor yang terkait.
5. Arah kebijakan di sektor kehutanan mangrove harus dilakukan secara merata baik merata lokasi maupun skalanya, yaitu terkait dengan pengaturan, pengurusan, pengelolaan, pengawasan dan pengendalian ekosistem mangrove serta hak atas tanah.
4. Perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan skala ekonomi dan politis, sehingga strategi pembangunan dapat terintegrasi antara kegiatan produktif konservasi hutan mangrove, sehingga memiliki jasa hutan mangrove masa depan.
5. Kebijakan pembangunan pesisir disamping mengarah kepada kebijakan “produktivitas” yang berorientasi ekoomi pasar, juga harus diimbangi oleh kebijakan menjaga keberlangsungan lingkungan pesisir sehingga memiliki produktifitas jangka panjang.
6. Pembangunan dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi baik aspek spasial, yaitu pembangunan berwawasan lingkungan, maupun pembangunan berbasis komunitas, yaitu pembangunan berorientasi pada potensi ekonomi masyarakat lokal.
7. Pembangunan berkelanjutan perlu didukung kemampuan kelembagaan atau political wiil (kemauan politik) pemerintah secara baik, sehingga konservasi hutan mangrove dapat berjalan dengan baik.
8. Pembangunan hutan mangrove perlu adanya alternatif srategi yang berorientasi pada Resource Base Strategy (RBS), yang meliputi ketersedian fasilitas daya dukung, faktor pembelajaran dan penumbuhan kesadaran untuk menjaga kelestraian ekosistem. Strategi ini perlu berorientasi pada kualitas, proses, kinerja, budaya, dan lingkungan yang berdasarkan pada pembelajaran, kompetensi, keunggulan, sistematika pengetahuan (knowledge based management).
Rekomendasi
1. Memberdayakan Masyarakat Pesisir
a. Program pemberdayaan masyarakat untuk melestarikan hutan mangrove berdasar kepada keinginan dan kebutuhan masyarakat (bottom up). Masyarakat dilibatkan dalam program pemberdayaan, sehingga masyarakat merasa memiliki program-program tersebut.
b. Perlu adanya kerjasama antar institusi dan Dinas terkait atau SKPD untuk mensinergikan pelestarian dan pengembangan hutan mangrove, baik infrastruktur maupun suprastruktur. Dalam bidang infrastruktur yaitu bidang sarana dan prasarana fisik pengembangan hutan mangrove dan non fisik yang berkaitan kelembagaan dan dukungan politik (politic will).
2. Menciptakan Peluang Pilihan Pengembangan Hutan Mangrove
Memberdayakan masyarakat di kawasan mangrove untuk menciptakan peluang-peluang pengembangan hutan mangrove untuk menentukan pilihan kebutuhannya, merencanakan dan melaksanakan kegiatannya. Salah satu pilihan adalah pengembangan pariwisata berbasis masyarakat sealigus untuk menjaga kelestarian hutan mangrove. Peluang usaha pengembangan pariwisata lokal atau desa wisata mangrove sesuai dengan kelompok kehidupan masayarakat antara lain:
a. Masyarakat nelayan tambak. Kelompok masyarakat ini dibina untuk melakukan budidaya ikan tanpa merusak ekosistem hutan mangrove sehingga kelestarian hutan mangrove dapat terjaga. Dengan demikian maka keberlangsungan ekonomi masa depan juga dapat terjaga.
b. Masyarakat kreatif. Kelompok masyarakat ini dibina untuk menumbuhkan ekonomi kreatif mendukung dijadikannya hutan mangrove menjadi desa wisata. Maka perlu adanya dukungan ekonomi kreatif misalnya souvenir, kuliner, arena bermain dan wisata terkait dengan hutan mangrove.
3. Pendampingan Program Peningkatan Kualitas Masyarakat Pesisir
a. Setiap kelompok masyarakat di atas mendapat penanganan dan perlakuan khusus sesuai dengan karakter usaha dan aktivitas ekonomi mereka. Pemberdayaan masyarakat petani tambak mendapatkan sarana pembudidayaan ikan, sehingga mampu meningkatkan produksi ikan. Kelompok masyarakat kreatif mendapatkan sarana pengembangan berbagai peluang investasi untuk mendukung mangrove sebagai desa wisata.
b. Program pendapingan masyarakat yang berada pada kawasan hutan mangrove dirancang dengan sedemikian rupa, sehingga masing-masing kelompok sesuai dengan model pemberdayaannya. Pemberdayaan masyarakat pesisir sebaiknya bersifat bottom up, sehingga pemberdayaan masyarakat sesuai dengan sasaran. Pendampingan masyarakat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu:
Kelembagaan. Masyarakat didampingi sampai mampu memperkuat komunitas mereka, dengan cara dihimpun sampai terbentuklah kelembagaan yang kokoh, sehingga segala aspirasi mereka dapat menumbuhkan kreatifitas untuk menjadikan hutan mangrove menjadi sumber pendapatan. Kelembagaan ini juga dapat menjadi penghubung (intermediate) antara pemerintah dan swasta, sehingga menjadi suatu forum yang dapat digunakan untuk mengembangkan hutan mangrove sebagai sarana mensejahterakan anggota masyarakat tersebut. Dengan demikian hutan mangrove menjadi lestari.
Dana Usaha Produktif Bergulir. Pada program pendampingan masyarakat melalui penyediaan dana untuk mengembangkan usaha-usaha produktif yang menjadi pilihan dari masyarakat dalam pemanfaatan hutan mangrove sebagai daerah wisata. Dana produktif tersebut digunakan untuk pengembangan usaha usaha pendukung pariwisata, misalnya membuka warung makan, untuk perahu wisata, sarana hiburan, dan lain-lain. Setelah kelompok pengguna dana tersebut berhasil, mereka dapat menyisihkan keuntungannya untuk digulirkan kepada kelompok masyarakat lain yang membutuhkannya. Pengaturan pergulirannya dana disepakati di dalam forum atau lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sendiri dengan difasilitasi pemerintah setempat dan tenaga pendamping.
Pendampingan. Keberadaan pendamping memang dirasakan sangat dibutuhkan dalam setiap program pemberdayaan. Masyarakat belum dapat berjalan sendiri mungkin karena kekurangtauan, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan yang rendah, atau mungkin masih kuatnya tingkat ketergantungan mereka karena belum pulihnya rasa percaya diri mereka akibat paradigma-paradigma pembangunan masa lalu. Terlepas dari itu semua, peran pendamping sangatlah vital terutama mendapingi masyarakat menjalankan aktivitas usahanya. Namun yang terpenting dari pendampingan ini adalah menempatkan orang yang tepat pada kelompok yang tepat pula.
Usulan Pengembangan
Pengembangan Potensi Ekonomi Hutan Mangrove terutama untuk pengembangan potensi ekonomi hutan mangrove, berisi tentang skala prioritas yang dikembangkan sehingga terhindar benturan atau tumpang tindihnya implementasi pengembangan hutan mangrove di Kabupaten Pemalang. Antara lain pengembangan yang bisa dilakukan:
1. Pengembangan kerjasama pemerintah dan lembaga-lembaga mitra pemerintah seperti Kadin (Kamar Dagang dan Industri), BPPD (Badan Promosi Pariwisata Daerah), Dewan Kesenian Daerah, dan elemen masyarakat untuk bersama mempromosikan pariwisata hutan mangrove di Kabupaten Pemalang. Terutama untuk meningkatkan tarap hidup masyarakat kawasan hutan mangrove dan kemudian dapat meningkatkan pula pendapatan asli daerah (PAD) pariwisata Kabupaten Pemalang.
2. Pengembangan dan selalu diadakan acara-acara tertentu baik lokal, regional maupun nasional yang ditempatkan di kawasan kawasan mangrove sebagai salah satu ikon pariwisata Kabupaten Pemalang, sehingga hutan mangrove di Kabupaten Pemalang dapat memiliki multiflier efek ekonomi yang lebih besar.
3. Pengembangan sinergi pariwisata dan perikanan di desa Mojo yang sekaligus dapat dikembangkan perikanan bandeng montok, kepiting soka dan kepiting lembur. Potensi ini dikembangkan pula pariwisata laut sehingga mampu menumbuhkan potensi pengikut yaitu perhotelan, kuliner, perdangan dan industri.
4. Pengembangan dukungan dan advokasi khusus dalam peningkatan penanaman dan pelestarian mangrove. Hal ini untuk meningkatkan produksi ikan tambak dan juga untuk pelestraian lingkungan dan mengindari merosotnya produksi ikan baik akibat rob maupun abrasi.
5. Pengembangan sentra-sentra desa wisata hutan mangrove dan sekaligus pengembangan pasar oleh – oleh atau souvenir yang terkait dengan produk masyarakat pesisir Pemalang.
6. Pengembangan usaha buah pohon mangrove, yang mana buah mangrove dapat menghasilkan aneka olahan makanan, sirup, cendol dll.
7. Pengembangan ketrampilan dan pelatihan pada desa-desa penghasil mangrove, sehingga dapat mengolah buah mangrove sebagai komuditas yang menguntungkan.
8. Pengembangan dan penambahan jumlah pohon mangrove jenis api api yang bisa di olah, karena jumlahnya hanya sedikit.
9. Pengembangan hutan mangrove yang dipadukan dengan kegiatan pariwisata.
10. Pengembangan mangrove di desa mojo diperlukan penyudetan sungai comal, terutama sebelah barat hutan mangrove.
11. Pengembangan dan konservasi hutan mangrove menjadi perhatian utama pemerintah. Hal ini ditunjukkan bahwa dulu 72 ha, kini tinggal kurang lebih 25 ha. Petani tambak dengan diupayakan mangrove dapat meningkatkan produksi.