Kepalsuan Logika

logika jungkir balik

Hardiwinoto.com-Dalam mempelajari ilmu ekonomi berhubungan dengan masalah yang terjadi, kita sering menemukan logika palsu (salah kaprah). Logika palsu tersebut bersumber pada beberapa hal sebagai berikut:

  1. Fallacy of composition, yaitu kesalahan penarikan kesimpulan, bahwa apa yang benar untuk sebagian dari sesuatu, lalu membenarkan keseluruhan tersebut. Misalnya petani yang bekerja keras menanam padi menjadi makmur atau kaya. Lalu berkesimpulan bahwa bekerja keras menanam padi dapat membuat petani menjadi makmur atau kaya. Padahal jika semua petani menanam padi maka yang terjadi adalah melimpahnya penawaran padi sehingga menyebabkan harga menurun dan pendapatan petani menurun. Dan justru petani tidak menjadi lebih makmur.
  2. Post hoc ergo proper hoc, yaitu kesalahan penarikan kesimpulan dalam menentukan hubungan sebab akibat, bahwa setelah itu diartikan karena itu. Peristiwa yang terjadi sebelum peristiwa berikutnya disimpulkan sebagai penyebabnya. Contoh, suatu perusahaan setelah mengangkat manajer baru meningkat volume penjualannya. Padahal jika diteliti sebenarnya meningkatnya volume penjualan disebabkan oleh turunnya harga dan naiknya pendapatan konsumen.
  3. Fallacy of analogies, yaitu kesalahan dalam mengambil analogi. Misalnya mempersamakan hutang nasional/masyarakat dengan hutang perorangan. Mempersamakan pendapatan nasional/masyarakat dengan pendapatan perseorangan.

 

Oleh karena itu untuk membuat kebijakan ekonomi harus dihindarkan dengan berbagai kesalahan logika di dalam pencarian hubungan sebab-akibat suatu masalah ekonomi. Mana sebab dan akibat harus terurai secara jelas sehingga tidak seharusnya sebab dianggap sebab dan yang seharusnya bukan akibat dianggap akibat. Sudah barang tentu hasil kebijakan tersebut tidak membawa hasil. Ibarat dokter salah dalam mendiaknosa pasien sehingga pasien tidak kunjung sembuh justru semakin parah penyakitnya.

 

Logika antar Pakar

Pakar Pertama, dengan asumsi bahwa masyarakat miskin karena mereka menganggur, mereka menganggur karena tidak ada kesempatan kerja, tidak ada kesempatan kerja karena investasi lesu, investasi lesu karena tingkat suku bunga tinggi. Kebijakan yang diambiladalah moneter yaitu menurunkan tingkat suku bunga. Ternyata masyarakat masih miskin juga. Yang salah asumsinya atau logikanya?

Pakar Kedua, dengan asumsi bahwa masyarakat miskin karena mereka menganggur, mereka menganggur karena tidak ada kesempatan kerja, tidak ada kesempatan kerja karena investasi lesu, investasi lesu karena tingkat pajak terlalu tinggi. Kebijakan yang diambil adalah fiskal yaitu menurunkan tingkat pajak. Ternyata masyarakat masih miskin juga. Yang salah asumsinya atau logikanya?

 

Membalik Konsepsi Ekonomi Mengawetkan Alam Semesta

Siapapun ekonom dan yang mau belajar ilmu ekonomi, menemukan tiga konsepsi ekonomi yang mendasar kemudian dijadikan paradigma ilu ekonomi. Tiga konsepsi tersebut adalah:

  1. sumber daya (alat pemenuhan kebutuhan) sangat terbatas untuk memenuhi kebutuhan.penduduk
  2. kebutuhan yang tak terbatas oleh penduduk
  3. jumlah penduduk sebagai pengguna atau faktor pembagi alat pemenuhan kebutuhan yang ada.

Padahal sebenarnya ketika konsepsi ekonomi tidak realistis. Dan konsepsi tersebut menciptakan budaya masyarakat untuk serakah, takut dan bodoh. Serakah karena merasa bahwa kebutuhan tak pernah dapat terpenuhi, sementara dihantui rasa takut karena alat pemenuhan kebutuhan sangat terbatas. Dan bodoh karena merasa tak berdaya bagaimana menjadikan alat pemenuhan kebutuhan yang dianggap terbatas menjadi tak terbatas, dengan yakin bahwa jumlah penduduk lahir hanya membawa mulut yang menjadi faktor pembagi. Tetapi sekaligus membawa tangan dan otak  alat menciptakan kreatifitas yang menjadi faktor pengali.

Apa yang menjadikan dasar berfikir kita sehingga menganggap bahwa tiga konsepsi ekonomi tersebut terbalik. Padahal pakar pintar diseluruh dunia dari abad 16 sampai abad 21 ini masih dianggap demikian. Data empiris membuktikan bahwa dalam satuan waktu tidak ada seorangpun didalam lebih dari satu ruangan, makan terbatas satu piring, duduk terbatas satu kursi, berteduh terbatas satu atap, mendekam terbatas satu ruang. Hal ini membuktikan bahwa kebutuhan kita sangat terbatas. Jika melebihi kapasitas kebutuhan, berarti alat pemenuhan kebutuhan tersebut menganggur atau sia-sia, tidak fungsional.

Kemudian bukti bahwa alat pemenuhan kebutuhan tak terbatas, pertama merupakan derivasi dari konsepsi sebelumnya yaitu kebutuhan manusia yang terbatas itu sehingga menyebabkan sumber daya menjadi tak terbatas. Dan kedua adalah derivasi konsepsi berikutnya bahwa jumlah penduduk sebagai faktor pengali yaitu membawa penciptaan kreatifitas tentang penemuan baru, penghematan, perluasan alternatif alat pemenuhan kebutuhan.

Konsepsi tentang penduduk sebagai faktor pengali mengakibatkan sumber pemenuhan kebutuhan menjadi terbatas karena jumlah penduduk adalah pembagi, pemakan dan perusak sumber pemenuhan kebutuhan, sementara konsepsi sebagai faktor pengali mengakibatkan sumber pemenuhan kebutuhan menjadi tak terbatas karena jumlah penduduk adalah sebagai pengali, pencipta dan pembangun sumber pemenuhan kebutuhan.

 

Dampak pembalikan logika

Pembalikan ketiga konsep tersebut harus secara simultan. Tanpa pembalikan secara simultan tidak akan menciptakan paradigma yang memuaskan. Karena tak mungkin sumber pemenuhan kebutuhan itu akan melimpah sampai tak terbatas jika jumlah penduduk hanya sebagai pembagi. Sementara kebutuhan jumlah penduduk masih tak terbatas atau melebihi kapasitas.

Hal ini terasa sangat ekstrim karena tidak menghiraukan aspek tabungan dan ketidakpastian untuk waktu yang akan datang. Bukan persoalan menghiraukan atau tidak tetapi melihat kondisi berlebih-lebihan mengkonsumsi alat pemenuhan kebutuhan disatu pihak, sementara sangat kurangnya alat pemenuhan kebutuhan di lain pihak. Bahasa populernya adalah kesenjangan ekonomi.

Kesenjangan ekonomi itulah sebuah bukti bahwa ada pengangguran alat pemenuhan kebutuhan (unemployment). Disanan sebenarnya alat pemenuhan kebutuhan tak terbatas.

Bagaimana hubungannya dengan jumlah penduduk yang selama ini dituduh menjadi biang pembagi alat pemenuhan kebutuhan. Karena tidak dipahami bahwa jumlah penduduk sebenarnya juga sebagai faktor pengali alat pemenuhan kebutuhan.

Maka dampak yang ada dari pemehaman penduduk sebagai pembagi adalah persoalan bagaimana membunuh penduduk lain. Jika kita pahami penduduk sebagai pengali berarti bagaimana menciptakan penduduk menjadi kreatif. Disanalah pendidikan menjadi penting diatas segalanya. Dari sini muncul penghargaan terhadap jumlah penduduk, bukan penggusuran, pemarjinalan dan sampai pembunuhan.

Dampak terhadap alam semesta adalah awetnya ekosistem yang menyebabkan sumber pemenuhan kebutuhan dapat diperbaharui. Jika semua sumber pemenuhan kebutuhan dapat diperbaharui sumber mana yang akan habis?. Jika kebutuhan itu dipenuhi sesuai dengan kapasitas, sumber mana yang akan habis?. Jika jumlah penduduk adalah sebagai faktor pengali sumber mana yang akan habis?.

Hardiwinoto Muchtar

Hardiwinoto adalah seorang peneliti ekonomi, dosen, kolomnis, dan pegiat sosial. Kegiatan yang dilakukan terkait dengan koleksi buku-buku ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, sastra dan sejarah.

Artikel Menarik Lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *