hardiwinoto.com
Hubungan Komrehensi-Denotasi
Danusiri
Hubungan antara komrehensi dan denotasi bertolak belakang. Jika komrehensi disebut, maka lingkungan pengertiannya universal penuh. Jika denotasi disebut, maka universalitas komrehensi berkurang[1], contoh ketika disebut ‘sungai’ makna yang terkandung di dalamnya universal dan ranahnya ada di dalam akal-budi. Ketika disebut kata ‘sungai lusi’, maka komrehensi menjadi berkurang satu karena denotasi sungai lusi. Semakin banyak disebut denotasi, lingkungan pengertian komrehensi semakin menyempit.
Antara Denotasi dan Konotasi
Denotasi menunjuk sekelompok benda, umpama jendral bisa berarti Suharto (Indonesia), Sultan al-Fatih (Turki), sultan Shalahuddin al-Ayyubi (Mesir), Jalaluddin Akbar (Mughal), Sudirman (Indonesia), dan Rosevelt (Amerika Serikat). Konotasi term ‘jendral’ adalah: ahli strategi perang, ksatria, pembrani, perwira, syahid. Untuk mengetahui makna konotasi secara lebih lengkap, Moris A Cohen dan Ernest Negel aturan deteksi sebagai berikut:
- Konotasi dimaksudkan seluruh arti tambahan yang dimaksudkan oleh penutur. Promofendus doktor biasa melahirkan arti tambahan orisinal sesuatu konsep yang sudah mapan di kalangan ilmuwan spesialisasi tertentu, umpama konotas Tuhan di kalangan filosof dengan tambahan arti ‘penyebab pertama (prima causa)’
- Seperangkat ciri hakiki pada term yang dimaksud dan telah menjadi opini umum, umpama konotasi jendral berarti: ahli strategi perang, ksatria, pembrani, perwira, syahid.
- Seluruh ciri yang terkandung dalam barang/benda baik ditahui atau tidak diketahui oleh orang banyak (objektif).[2]
Jika ditinjau dari segi eksistensinya, keberadaan secara real, term/lafal/konsep dapat dibagi menjadi term konkrit dan Abstrak
- Term konkrit menunjuk pada suatu benda, orang, atau apa saja yang mempunyai eksistensi tertentu, contoh: buku, kursi, meja, rumah, kuda, sapi, monyet, ular, ayam, manusia, pohon, laut, semak-belukar, matahari, bulan, dan bintang.
- Term abstrak menunjuk kepada sifat atau keadaan, contoh: kesehatan, kebodohan, kaya, miskin, pandai, marah, dan sakit. Contoh-contoh ini tidak memiliki eksistensi konkrit. Untuk mengatakan marah kepada seseorang hanya bisa dikenali melalui kesatuan sejumlah fenomena, umpama: mata merah, gigi gemeretak, mengepalkan tinju, omongannya keras dan groyok, mengumpat-umpat, membanting piring, dan wajahnya tampak beringas dan cemberut. Hanya menyimpulkan satu saja fenomerna belum bisa mengatakan marahnya seseorang. Bermata merah bisa saja terkena penyakit beleken atau kurang tidur.
Jika ditinjau dari segi absolusitas dan relatifitas, konsep/lafal/term dapat dibagi menjadi term absolut dan relatif:
- Term mutlak adalah term yang dapat dipahami dengan sendirinya tanpa membutuhkan hubungan dengan sesuatu, contoh: buku, rumah, kuda, kambing, kera, matahari, planet, meja, kursi, piring, sendok, panci, sisir, gelang, cincin.
- Term rerlatif adalah term yang dapat dipahami dalam hubungannya dengan benda lain, contoh: guru, dosen, suami, bagus, benar, kakek, uwak, bibi, kakek, buyut, kiyai, mursyid, mu’allim, dan induk. Konsep ‘guru tidak ada artinya kalau tidak ada yang disebut konsep ‘murid’. Konsep ‘dosen’ hanya memiliki arti dan eksistensi kalau ada konsep yang disebut ‘mahasiswa’, dan konsep ‘benar’ tidak memiliki arti kalau tidak ada konsep yang disebut ‘salah’.
Hubungan Dua Konsep
Apabila antar kopnsep diperbandingkan satu sama lain maka diperoleh pembagian sebagai berikut:
- Tidak berhubungan atau tidak ada sangkutpautnya, umpama pepaya dengan kambing.
- Ada hubungan, dapat dirinci menjadi:
- Berhubungan secara postif: konvertibel, yaitu mempunyai ekstensi (lingkungan) yang sama sekali sama, tetapi tidak memiliki komrehensi (isi) yang sama. Setiap manusia dapat tertawa, membuat keputusan
- Berhubungan secara negatif dalam arti yang satu menolak atau ditolak yang lain, mencakup:
1). Disparatif (mutabayinain), berbeda baik secara mafhu>m (komrehensi) maupun ma shadaq (denotasi) secara tidak beraturan, contoh: anjing-boneka, kera-komputer, daun-dada, raja-rambut.
2). Oppositif, bertentangan berdasarkan hukum pasti, meliputi:
a). Kontradiktoris (diddain), yang satu meniadakan yang lain dan tidak memungkin kan ada diantara keduanya dalam satu waktu, keadaan, dan tempat, contoh: iman – kufur, tauhid – musyrik, akhlaqul karimah – akhlaqus-sayyia’ah, sistem demokrasi – sistem musyawarah.
b). Kontraris, konsep-konsep yang jauh berbedaan, akan tetapi masih ada kemungkinan diantara keduanya, contoh: pria-wanita, cinta-benci, hitam-putih, besar-kecil.
c). Posesif-privatif, yang satu mengakui kehadiran suatu kesempurnaan, yang lain menyatakan ketidaksempurnaan, contoh: sehat – sakit, buta – melihat, pandai – tolol, fasih – bisu, tengen – tuli, hiper – loyo.
d). Korelatif (mutd{ayifain), dipersatukan karena ada hubungan, contoh: dosen – mahasiswa, kiyai – santri, guru – murid, ayah – anak, suami – istri
e). Konsep pertama lebih umum dibanding konsep yang lainnya, tetapi jika dibalik, konsep yang khusus lebih umum dari konsep yang sebelumnya umum, contoh kera – hitam, rumah – mewah. Dalam contoh ini, ketra itu banyak warnanya, ada yang putih, hitam, coklat, dan abu-abu. Sementara itu, yang hitam bukan hanya kera. Manusia, dinding, baju, rambut, kulit bisa berwarna hitam.
Term Ektra Logis
Manusia adalah makhluk yang berpikir (animal rasional/hayawanun nathiqun[3] dan makhluk sosial sekaligus, Zo on politicon[4], (sebagaimana dikatakan oleh Arestoteles (384-322 SM). Sebagai makhluk berpikir, ia selalu berpikir untuk mengatasi kelemahan atau keterbatasan yang ‘sekarang’ terjadi untuk meningkatkan eksistensinya dalam berhadapan baik dengan dirinya maupun di luar dirinya.
Setiap hasil pemikiran manusia cenderung untuk dikomunikasikan kepada yang lain. Menahan hasil pemikiran untuk tidak dikomunikasikan kepada orang lain merupakan beban berat yang harus disangga dan umumnya tidak kuat menyangga pemikiran yang berhenti dalam dunia pemikiran saja, kecuali belum sempat mengkomunikasikannya terburu meninggal dunia.Curhat dan ngudoroso adalah bentuk pengungkapan pemikiran yang membutuhkan saluran khusus dan tandanya sudah seharusnya dikomunikasikan kepada orang lain dengan tidak bisa memastikan respon orang lain tersebut, namun telah menjadi lega rasanya bagi si pelaku curhat.
Pengungkapan hasil pemikiran tidak selalu menggunakan bahasa verbal, baik tulisan maupun kata-kata. Banyak faktor, seperti: rasa malu, takut, merahasiakan sesuatu, menjaga perasaan orang lain, atau keharusan suatu sistem, manusia mengungkapkan isi pemikiran tidak lagi menggunakan bahasa verbal yang terstruktur rapi layaknya baik dalam komunikasi iulmiah maupun bahasa sehari-hari. Pengungkapan isi pikiran non bahasa verbal disebut tanda ekstra logis.
Tanda sebagai ungkapan pemikiran ada yang berhubungan dengan dimensi waktu, contoh ucapan: oke, tanda setuju. Isyarat, contoh kedipan mata tanda kencan, acung jempol tanda menilai baik dan setuju, acung telunjuk jari tanda unjuk diri dan yang akan dikomunikasikan dipandang sebagai sesuatu yang penting, isyarat jari jempol dan telunjuk menganga di ujung dan menyempit di tengah tanda meminta diam audens, mengepal tinju dan diacungkan kepada orang lain dengan mata merah tanda marah dan akan memukulnya, acung jempol terbalik tanda melecehkan, dan mengangguk kepala tanda setuju atau perasaan hormat kepada yang diangguki.
Tanda diungkapkan dalam dimensi ruang, contoh: piagam, duaja, ijazah yang dikeluarkan oleh sekolah formal, sertifikat dalam kaitannya dengan kompetensi, sertifikat dalam kaitannya dengan pemilikan tanah, uang, kartu kredit, kartu identitas, dan kartu ATM.
Tanda diungkapkan dalam ruang untuk menunjukkan sesuatu yang lain, contoh: patung gelas dililit ular di depan toko, menunjukkan adanya apotek. Patungkayu indian di depan toko menunjukkan ada toko cerutu. Rambu-rambu lalu lintas dan veer boden masuk dalam ketegori ini.
Urgensi Konseptualisasi
Dunia seisinya hanya berarti bagi kehidupan manusia karena hasil konseptualisasi yang dilakukannya. Manusia purba pra sejarah mungkin belum memiliki konsep tentang teh, apalagi memanfaatkan apa yang ada di dalam teh. Perkembangan manusia selanjutnya, entah melalui trial and eror, atau kebetulan, atau, atau penelitian yang terencana, atau pemikiran reflektif, pada penggalan sejarah tertentu memiliki konsep tentang teh dan memanfaatkannya bagi kesegaran dalam meminumnya, berakibat pula pada kesegaran tubuh. Peradaban manusia berkembang terus menuju ke arah yang lebih sempurna dengan pesat, sehingga dalam dunia teh telah ditemukan aneka-macam produk yang menjanjikan bagi kehidupan manusia, mulai dari kesegaran, kesehatan, hingga pola hidup yang bergengsi tentang teh.
Belajar dari teh, manusia bisa melakukan konseptualisasi apapun yang ada di alam semesta ini, sejak yang ada di sekitarnya hingga jauh di langit-langit sana. Semakin banyak manusia melakukan konseptualisasi untuk menghasilkan konsep, semakin mampu secara kuantitaif menguasai kandungan atau gejala alam semesta. Islam bukan hanya merestui bagi manusia, melainkan menantang manusia untuk melakukan konseptualisasi hingga jauh menembus langit sejauh-jauh, seluas-luas, dan semendalam-dalamnya. Demikian Allah berfirman:
Artinya
Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan. Makna praktis kandungan kata-kata infaza-yanfuzu dalam kaitannya kerja akal, yaitu melakukan konseptualisasi, bukan hanya melintasi apa saja yang dilintasi laiknya treveler, melainkan apa yang dilintasi dan dialami direspon untuk dikonseptualisasi.
Untuk memberi semangat agar manusia selalu melakukan tafakkur dan konseptualisasi terhadap gejala apapun di alam semesta ini, Allah masih menjanjikan bahwa gejala apapun di alam semesta ini tidak ada yang tidak bermanfaat. Demikian Allah berfirman:
Artinya:
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.[5]
Ungkapan ‘mâ khalaqta haza bathila’ dapat diartikan bahwa gejala apapun di alam semesta ketika dapat dimengerti dan telah lahior sebagai konsep pasti ada manfaatnya. Sesuatu konsep mungkin dalam tahap sekarang belum ada artinya bagi kehidupan masyarakat. Buah pace, bagi orang awam tidak ada gunanya karena tidak enak dimakan. Akan tetapi di tangan para herbalis, pace ternyata bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Singkatnya, tidak ada janji Allah yang bohong. Hanya keterbatasan kemampuan manusia dalam mengkonseptualisasi sesuatu saja yang hanya berkembang sedikit demiki sedikit.
Maka, tindakan bijaksana bagi manusia adalah menguasai alam semesta dengan melakukan konseptualisasi menuju konsep yang devinitif baginya tentang apa saja yang ada di alam semesta ini. Jika manusia merespon ajakan Tuhan untuk melakukan konseptualisasi, justru Tuhan akan membimbing sepenuhnya seluruh konsep akan diberikan Tuhan kepada manusia, sebagaimana dapat dibaca mengenai kesediaan-Nya dalam potongan ayat: ‘allama Âdamal-asmâ’a kullahâ’.[6] (Dia mengajarkan kepada Adam mengenai semua nama-nama). Hasil pengajaran Allah, oleh Adam dipresentasikan atau didemonstrasikan di hadapan para malaikat.
Kemampuan Adam mempresentasikan di hadapan para malaikat itu jika dibahasakan secara akademik di masa sekarang adalah bukti kompetensi terhadap apa yang telah dipelajarinya.
Danusiri. 2015. Logika Dalam Naungan Al Qur’an dan As-sunnah. Karya Abadi Jaya. Semarang.
[1] Muhammad Nûr al-Ibrahimi, ‘Ilm al-Mantiq, (Surabaya: Maktabah bin Nashir Nabhan, [t.th.]), h. 18.
[2] Ibid., h. 81.
[3] Nur al-Ibrahimi, op cit., h. 27.
[4][4] dtiawarnet.blogspot.com
[5] QS ali Imran/3:191.
[6] QS. Al-Baqarah/2:32.