Hardiwinoto.com-Blora memang bumi yang banyak menyimpan minyak bumi. Kurang lebih terdapat sumur tua tinggalan Belanda yang berjumlah kira-kira 558 sumur, yang aktif sekitar 256. Sumur-sumur tua dulu dibangun oleh Belanda untuk menambang minyak, sekarang masyarakat setempat mengais sedapatnya. Sumur-sumur tua tersebut berada dalam hutan-hutan jati, yang kini tidak ada pengelolaan secara baik, hanya ditambang secara tradisional.
Para penambang secara berombongan antara 10 sampai 15 orang menambang minyak secara manual memakai timba besar yang di tarik bersama-sama. Ada pula yang ditarik dengan mesin disel atau kendaraan truk. Mereka sebisa-bisanya untuk mendapatkan minyak bumi yang bisa digunakan untuk menyambung hidup.
Mereka telah turun-temurun menambang sejak Belanda henkang dari bumi Blora, sementara sumur-sumur ditinggalkannya. Bahkan sumur-sumur tersebut sekarang tidak jelas kepemilikannya, karena sebagian terdapat di dalam hutan milik perhutani dan sebagian memang milik pertamina. Kebanyakan warga menambang sumur yang berada di hutan jati milik perhutani.
Dalam rombongan para penambang terbagi atas strata yaitu buruh tambang, pemimpin atau pemodal penambang dan para agen bakul minyak mentah hasil penambang tradisional. Tentu penghasilan mereka sesuai dengan strata dalam struktur organisasi penambang tradisional tersebut.
Monopsoni Pertamina
Para penambang menghadapi benteng besar yaitu benteng pasar monopsoni bernama Pertamina. Apakah monopsoni pertamina? Yaitu para penambang tidak boleh menjual hasil dari penambangannya ke selain Pertamina. Jika ada KUD yang menampung itu hanya sekedar mekanisme pendistribusiannya. Pertamina menjadi satu-satunya pembeli menyak mentah hasil penambangan masyarakat.
Jika dijual ke selain Pertamina, mereka terancam hukum. Padahal bisa jadi dengan harga yang lebih tinggi. Karena leading sector penambangan minyak adalah hak Pertamina maka minyak yang ditambang oleh masyarakatpun harus diolah oleh Pertamina sehingga Pertamina adalah pembeli satu-satunya hasil penambangan para penambang tradisional.
Paradoks-paradoks
Terasa sangat paradoks, jika kita melihat bagaimana BUMN pertamina adalah institusi favorit tempat mengais rejeki dengan gaji tinggi, dan nanti lebih mewah lagi Exxon Mobil ikut mengeruk bumi Blora. Mereka tetap dengan profesinya menambang secara tradisional tiap hari. “Yang penting kendil ora nggoling atau asap dapur tetap mengebul” kata para penambang. Mereka dengan tekun dan guyup menambang walau berlumur lumpur.
Memang paradoks. Kita lihat apa yang terdapat di perut bumi Blora, adalah kekayaan yang sungguh sangat besar. Orang menggali sumur hendak mencari sumber air saja, yang muncul adalah minyak atau gas bumi. Namun demikian mayoritas masyarakat blora masih hidup dalam garis kemiskinan, termasuk para penambang tradisional tersebut.
Mungkinkah jika pemerintah memfasilitasi produksi minyak rakyat? Bukan hendak menggantikan peran Pertamina atau menggagalkan penguasaan Exxon Mobil yang sudah terikat kontrak raya. Jika diibarat hanya setetes dari produksi pertamina atau Exxon. Namun perlu kebijakan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan mereka melalui penambangan minyak tradisional tersebut. Sebuah potensi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kemakmuran mereka. Sehingga tidak menjadi pemandangan yang paradok, mereka hidup diatas tanah penuh kekayaan namun mereka dalam kemiskinan.
Mereka adalah para pekerja keras dan mau memanfaatkan sumber daya yang mengganggur untuk diberdayakan. Seandaimya mereka tidak secara sadar menggunakankannya tentu mereka mennganggur. Apa peran yang harus diambil oleh pemerintah? Pertama, bagaimana pengaturan harga, karena harga monopsoni tentu sangat rendah karena tidak ada alternatif ke selain Pertamina, yaitu penentuan harga minimum atau memberi kesempatan pada industri pengolahan minyak mentah swasta. Kedua, memberikan bantuan peralatan tepat gunna yang lebih efektif, semi mesin atau teknologi sehingga mereka tidak melulu dengan timba manual. Dan ketiga, memberikan perlindungan keselamatan dalam preoses penambanngan. Karena mereka mandiri dan tidak terorganisasi secara profesional maka tidak ada jaminan keselamatan bagi para penambang.
Namun demikian, para anggota rombongan harus mampu meningkatkan performanya. Yaitu melalui antara lain; pertama, meningkatkan kemampuan dalam menambang, dengan hasil yang baik. Kedua, meningkatkan posisi tawar yang kuat, dengan dilembagankan melalui perijinan yang legal sehingga tidak tergolong sebagai penambang liar. Dan ketiga, terdapat asosiasi diantara para rombongan penambang, sehingga mereka tidak saling berebut sumur serta tidak saling menjatuhkan harga diantara para rombongan penambang.
Potensi Ekonomi
Jika ini dikembangkan menjadi bagian dari struktur perekonomian, maka sangat potensial untuk menyerap tenaga kerja, mampu meeninngkatkan pendapatan masyarakat. Dan dapat meningkatkan PAD (pendapatan asli daerah) kabupaten Blora.
Artikel ini disarikan dari penelitian Penulis.
Penulis:
Dr. Hardiwinoto, SE, M.Si.
Pengamat Sosial Perkotaan, Tinggal di Mranggen
Dosen dan Peneliti Pusat Studi Pengembangan Wilayah Universittas Muhammadiyah Semarang
Alammat Rummah: Jl. Pucang Addi IX, No. 10, Pucang Gading, Mrangggen, Demak.
Email : [email protected]