hardiwinoto.com-Kandungan Alquran tentang sejarah mencakup hingga lebih dari ⅔ bagian. Ini menunjukkan betapa pentingnya sejarah bagi dinul Islam. Secara teknis sejarah dalam Alquran lebih familier disebut kisah. Alquran menyebut secara khusus sebuah surat dengan nama al-qashash, dan secara literal diterjemahkan sebagai surat kisah-kisah, yaitu surat ke 28. Kisah dalam Alquran selalu menampilkan tokoh yang saling berhadapan dan berlawanan, tokoh yang memerankan profil kebaikan dan aktor keburukan. Akhir cerita dalam Alquran selalu dimenangkan oleh tokoh yang memerankan kebaikan. Beberapa kisah rasul sebelum Muhammad SAW menjelaskan bahwa:
- Musa sebagai aktor yang memperjuangkan kebenaran melawan Fir’aun pemeran tokoh antagonis. Akhir cerita, Fir’aun dan pasukannya tenggelam ke dalam laut, dan Musa selamat.[1]
- Luth, sebagai rasul yang berjuang menegakkan agama Allah ditentang oleh istrinya. Luth selamat dari hujan batu, sementara istri dan pengikutnya musnah karena azab Allah ini.[2]
- Secara umum, orang-orang beriman akan mermperoleh balasan surga kelak di hari akhir, sementara orang-orang yang ingkar kepada Allah seperti kaum Tsamud dihancurkan oleh Allah dengan ath-thaghiyah dan kaum ‘Ad dihancurkan dengan angin dingin dan bertiup kencang (petir yang luar biasa)[3], kelak di hari akhirat akan digiring ke neraka.[4]
Dari ketiga kisah, dan sebenarnya juga semua kisah, dalam Alquran ini dapat dimengerti karakter profil aktor sejarah. Pelajaran yang diperoleh adalah mengetahui karakter dan pengaruhnya dalam pentas kehidupan di dunia ini. Seseora, kelompok atau kaum yang membangkan pada aturan Tuhan demi untuk ketertiban kaum itu sendiri pasti berakhir dengan kehancuran. Sementara seseorang, kelompok atau kaum yang mentaati aturan Tuhan akan berakhir dengan kemenangan, kebentungan, dan kebahagiaan. Bagaimana dengan mempelajari sejarah logika?
Mempelajari sejarah logika dapat diketahui karakter bangsa di mana logika itu berkembang. Bangsa yang mengembangkan logika secara baik, tingkat rasionalitas dalam berbangsa dan bermasyarat juga baik. Sebaliknya dimensi logika buruk, maka karakter bangsa tersebut didominasi oleh mithos, dan aneka tahayyul.
Danusiri. 2015. Logika Dalam Naungan Al Qur’an dan As-sunnah. Karya Abadi Jaya. Semarang.
[1] QS. al-Isra’/17:103-104.
[2]QS. al-Hajj/15:61-74.
[3]QS. al-Haqqah/69:5-6.
[4]QS. Fushilat/41:17-30.