Hardiwinoto.com-Apakah andai menuyukai film cowboy? Perhatikan, seorang cowboy naik kuda sendirian, datang entah dari mana, ia bertarung melawan penjahat, menyarungkan kembali senapannya, dan pergi entah kemana lagi. Ada kesan bahwa kekuasaan didapatkan dari moncong senapan melalui kekerasan.
Masih dalam film cowboy, perhatikan! Ada sorang berpakaian rapi duduk dibalik meja kayu besar. Dialah bos para penjahat, penguasa kereta api, tuan tanah, bankir, pemilik bar dan peternakan. Dia kadang yang memiliki hukum, mengalahkan otoritas walikota atau polisi. Kesan sangat tampak, kekuasaan diperoleh karena modal.
Babak cerita berikutnya, cowboy yang memenangkan pertarungan melawan penjahat mendapatkan tekanan, blokade, sabotase dan teror dari komplotan penjahat. Dari berbagai versi cerita dalam film cowboy, muncul pendeta, tokoh pemikir, cerdik pandai, atau orang yang berpengetahuan yang rela menolong cowboy.
Bahwa ada tiga pemeran utama yaitu, cowboy, penjahat, dan rohaniwan atau cendekiawan. Film tentu gambaran kehidupan yang disederhanakan menjadi babak-babak cerita, atau model masyarakat yang diceritakan, difiksikan untuk dijadikan analogi bagi pemirsa atau pemerhati.
Tafsir, bahwa kekuasaan diperoleh melalui tiga jalur yaitu kekerasan, modal dan kebudayaan. Cowboy mewakili kekuasaan diperoleh melalui kekerasan karena mampu mengalahkan para bandit, kemudian pemilik modal adalah pemilik kekuasaan status quo yang melebihi walikota atau polisi, dan rohaniwan, ulama’ atau cerdik pandai, adalah pemilik kebudayaan dan pemikiran. Francis Bacon mengatakan bahwa pengetahuan, sebagaimana dimiliki para cendekiawan akan memenangkan kekuasaan jika bersekutu dengan kekerasan atau pemilik modal. Tentu saja realitasnya adalah bukan untuk menjustifikasi baik buruk masing masing pemeran, namun sebagai alat untuk melihat dimensi sumber kekuasaan diperoleh.
***
Sangat nampak tiga sumber kekuasaan. Pilkada DKI 2017 nampak nyata tiga peran, yaitu kapitalis, massa, dan ulama. Para kapitalis memerankan sebagai cukong atau pendana atau yang membiayai kesuksesan para calon. Para pemilik massa menggerakkan massa dan ulama ngemong untuk tidak menjadi anarkis. Mereka terbalut dalam sistem pemilu. Film cowboy tentu model masyarakat yang tidak jauh berbeda dengan realitas kini.
Tiga sumber kekuasaan dalam film cowboy, terkonfigurasi dalam permainan kekuasaan. Mulai dari pemilu kepala desa sampai dengan pemilu presiden. Mereka mewakili untuk mengatur masa depan kita. Meski mereka berkuasa hanya lima tahun atau sepuluh tahun, namun boleh menandatangani kontrak karya selama 40 tahun. Kontrak karya tentu berpengaruh pada tata ekonomi masa depan kita.
Bukan hanya film cowboy, dalam mitos Jepang bercerita tentang sanshu no jingi. Yaitu persembahan kepada dewa matahari berupa amaterasu, omi dan kami (pedang, permata dan cermin). Amaterasu jelas menganalogikan peperangan, omi menganalogikan kekayaan atau modal, dan kami menganalogikan kecendekiaan, spiritualitas dan pengetahuan. Kami atau cermin menggambarkan bahwa orang yang mampu bercermin adalah orang yang memiliki spiritualitas tinggi, inilah yang di maksud tokoh agama.
***
Demokrasi sedang di”agama”kan untuk alat penitipan kekuasaan rakyat, melalui pemilu. Karena menjadi agama baru maka peran tokoh prmikir, kaum bijak dan agamawan menjadi penting. Entah itu hanya sebagai tumbal demokrasi atau demokrasi menjadi tumbal bagi mereka untuk ikut berperan dalam kekuasaan. Karena para kestria (pemegang pedang) dan cukong (pembawa permata) di dalam demokrasi juga dapat berperan sebagai “agamawan demokrasi”. Secara matematik ketiga himpunan tersebut memiliki irisan yang cukup rumit.
Demokrasi sudah terlanjur menjadi “agama” kita. Tentu kita patuh “beribadah” sesuai dengan ayat ayat demokrasi. Tapi film cowboy dan mitos Jepang tentang amaterasu, omi dan kami, nampak jelas menjadi analogi kekuasaan diperoleh kini. Sangking patuhnya terhadap agama demokrasi, mereka selanjutnya mengatur ritual-ritual, termasuk di dalamnya kenduri atau bancaan (makan bersama setelah ritual dilakukan). Apakah demikian hasil demokrasi? Yaitu bancaan bersama? Ya. Siapa yang bancaan? Semoga rakyat yang menikmati kenduri ekonomi.
***
Meskipun demokrasi telah menjelma menjadi agama, namun tidak sebagaimana agama yang mengajarkan kebaikan-kebaikan, dan pemeluknya menjadi khusuk beribadah. Mengerikan jika agama demokrasi dirasuki ruh jahat, pemeluk di dalamnya kurang paham ayat-ayat demokrasi, bahkan melanggarnya. Ayat demokrasi katanya, kekuasaan melalui rakyat, ekonomi untuk rakyat, tapi kendurinya sering tidak untuk rakyat.
Cowboy, cobalah hadir dalam babak film demokrasi. Supaya engkau mengerti, apakah masih ada penjahat yang dulu engkau tembak dengan pistolmu hidup kembali. Dalam film cowboy, ketika terdapat kejahatan, engkau datang tiba-tiba dan bertarung melawan penjahat.
Cowboy dalam bahasa jawa dikatakan cah angon, pengembala. Tentu akan dahsyat jika cah angon mampu menjadi pemimpin ekonomi. Pesan para wali, tokoh spiritual abad 15, penasehat kebijakan publik masa itu. Cah angon yang disuruh naik. ……Tandure wis sumilir, Tak ijo royo-royo tak senggah temanten anyar, Cah angon-cah angon, Penekna blimbing kuwi, lunyu-lunyu penekna, kanggo mbasuh dadatira, Dadatira-dadatira kumitir bedhah ing pinggir, Dandamana jlumatanoa kanggo seba mengko sore, Mumpung padhang rembulane mumpung jembar kalangane …..
Sebuah kemakmuran tercapai, sehingga membahagiakan sebagaimana temanten anyar (mempelai baru). Cah angon yang diminta naik mengambil buah blimbing untuk membersihkan pakaian kotor dan menjahit pakaian robek. Berharap ada Cowboy dan Cah angon yang mampu mengembalakan ekonomi, sehingga perekonomian mencapai puncak dan masyarakat menjadi sejahtera. Berharap ada Cowboy atau Cah angon untuk membersihkan dan memperbaiki masa depan ekonomi kita.
Hardiwinoto. 2017. Stabilitas. November-Desember. Ed. 137