Tokoh utama korupsi berada dalam pusaran demokrasi. Artinya mereka mendapati instrumen korupsi dari proses demokrasi. Setahu saya politik adalah instrumen untuk kesejahteraan masyarakat, tetapi di sana juga terdapat banyak alat korupsi. Melalui demokrasi, masyarakat menginginkan sejatera, namun dengan demokrasi masyarakat terlibat dalam korupsi. Karena instrumen demokrasi yang bernama pemilu pemilihnya menerima suap. Kalau suap adalah bagian dari korupsi, berarti di dalam demokrasi tersebut terdapat korupsi.
Pertanyaan, apakah harus tetap melalui demokrasi atau tetap melalui korupsi. Ritual utama demokrasi disederhanakan lewat pemungutan suara. Kita perhatikan, para pemenang hasil pemungutan suara begitu mudah melakukan korupsi. Ketika itu Setyo Novanto Ketua DPR RI (dari Partai Golkar), korupsi E-KTP. Ketika itu ada Anas Urbaningrum bersama pengurus lainnya dari partai Demokrat duduk di DPR RI, korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sarana Olah Raga Nasional (P3SON), dikenal kasus Hambalang tahun mencapai Rp. 706 miliar. Berikutnya ada Menteri bernama Edhy Prabowo, korupsi suap ekspor lobster.
Mendengar selenthingan dari berbagai media masa tentang korupsi bansos sampai dengan 17 milyar. Yang korupsi Menteri Sosial dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Kata selenthingan itu, hasil korupsi bisa untuk membiayai pemenangan pilkada yang calon-calonnya dari PDIP. Maaf ini baru selenthingan. Sebelumnya juga ada tokoh PDIP yang korupsi, namanya Harun Masiku. Sampai kini belum ketemu entah dimana. Katanya sulit dicari. Kenapa sulit di cari? Karena kasusnya adalah soal suap kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jika benar menyuap KPU untuk memenangkan calon presiden. Bisa-bisa batal demokrasi atau pemilu tersebut.
Pesan untuk para koruptor, bisa saja ada ayat “boleh korupsi asal tetap dalam koridor demokrasi”. Karena dengan memilih selain demokrasi kalian nanti tertuduh radikal, ekstrim, dan tuduhan lain yang lebih menyakitkan. Lebih enakan kalian korupsi dengan menggunakan koridor demokrasi. Kalian memang sudah terbiasa korupsi melalui instrumen demokrasi. Maka kalian tentu takut jika ada perubahan undang-undang yang mengubah dengan cara lain selain demokrasi. Ketahuilah, demokrasi sebenarnya juga barang baru yang sebelumnya tidak ada, lalu diadakan. Maka tentu menuju ketiadaan pula. Semua di dunia adalah fana. Tiada, ada, berikutnya tiada lagi.
Wahai koruptor, ketahuilah, kebanyakan orang hanya mengeluh keterjadian korupsi. Mereka pun tak sadar bahwa demokrasi juga berkorelasi dengan korupsi. Entah berapa koefisien korelasinya. Kalian akan marah jika ada sistem selain demokrasi ditawarkan, karena kalian anggap bertentangan dengan nilai-nilai “agama demokrasi”. Silahkan kalian korupsi asal masih dalam koridor demokrasi, daripada kalian menentang demokrasi sehingga kalian tidak korupsi.
Wahai koruptor, kalian tentu sangat memahami bahwa demokrasi yang dijalankan melalui pemilu memerlukan juragan, kapital, “pemegang saham” atau cukong. Di tangan mereka demokrasi bisa dibeli. Jika kalian mampu membeli demokrasi, maka demokrasi bisa kalian rubah menjadi dekorasi. Karena dengan menang demokrasi kalian bisa membuat UU, peraturan, dan segala macam perangkat kekuasaan yang tidak jauh berbeda era tunggul ametung, atau ken arok. Dengan “dekorasi demokrasi” kalian dapat memesan “keris empu gandring”. Kalian bisa berkuasa sampai dengan tujuh keturunan.
Demokrasi yang menghasilkan kekuasaan Negara bisa kalian dijadikan sebagai alat produksi untuk kekayaan pribadi. Yaitu bagaimana menggunakan anggaran dengan atas nama negara menciptakan kegiatan tetapi sebenarnya kalian sedang memproduksi penghasilan untuk kalian pribadi. Penghasilan untuk negara adalah sisanya. Karena untuk melakukan korupsi, sebagian besar melalui pengadaan barang dan jasa. Maka melalui anggaran dan kegiatan belanja kalian bisa melalui korupsi. Maka membuat kegiatan sebanyak-banyaknya adalah yang terbaik. Kalian dapat kelihatan aktif mengerjakan sesuatu, tapi sebenarnya kalian adalah nyambi sebagai vendor sambil mengambil bagian profit untuk kalian.
Demokrasi bisa menjadikan kalian menjadi penguasa negara. Wahai koruptor, berkuasalah, sehingga kalian mampu memberi ijin dan konsesi pengelolaan sumber daya alam. Di sanalah kalian mampu korupsi luasan dan kedalaman tambang, bisa korupsi lama dan variasi eksplorasi sumber daya alam. Ketahuilah bahwa dengan kalian memberi ijin pengelolaan sumber daya alam, kalian mampu memiliki kekayaan cukup cepat menggantikan biaya demokrasi sewaktu lomba kontestasi pada pemilu kemarin. Kalian berkuasa lima tahun tetapi kalian dapat memberi ijin kepada para explorer sumber daya alam selama 90 tahun.
Ketahuilah wahai koruptor, dalam kalian memberi ijin kepada para explorer sumber daya alam kalian seakan menjadi pemilik wilayah kekuasaan kalian. Lupakan saja jika kalian menjabat, bukan memiliki. Tentu kalian menjadi iri kepada pihak yang kalian beri ijin. Para explorer sumber daya alam di wilayah kekuasaan kalian walau tanpa menjadi peserta pemilu malahan bisa berkuasa sampai 90 tahun. Menangkan demokrasi sehingga kalian mudah korupsi. (Hardiwinoto, 21 12 20)