http://hardiwinoto.com/analisis-keberlanjutan-perikanan-tangkap/ http://hardiwinoto.com/konsep-dan-kebijakan-pembangunan-perikanan/
1. Pengertian Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Berdasarkan UU No 31 tahun 2004 tentang Perikanan pada Pasal 41, Ayat (1) disebutkan bahwa Pemerintah menyelenggarakan dan membina pelabuhan perikanan. Pada Ayat (2) disebutkan bahwa Menteri menetapkan: a) rencana induk pelabuhan perikanan secara Nasional, b) klasifikasi pelabuhan perikanan dan suatu tempat yang merupakan bagian perairan dan daratan tertentu yang menjadi wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan, c) persyaratan dan atau standart teknis dan akreditasi kompetensi dalam perencanaan, pembangunan, operasional, pembinaan dan pengawasan pelabuhan perikanan, d) wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan dan e) pelabuhan perikanan yang tidak dibangun oleh Pemerintah.
TPI ditinjau dari menejemen operasi, merupakan tempat penjual jasa pelayanan antara lain sebagai tempat pelelangan, tempat perbaikan jaring, tempat perbaikan mesin dan lain sebagainya. Disamping itu TPI merupakan tempat berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka mengadakan transaksi jual beli ikan. Nelayan ingin menjual hasil tangkapan ikannya dengan harga sebaik mungkin, sedangkan pembeli ingin membeli dengan harga serendah mungkin. Untuk mempertemukan penawaran dan permintaan itu, diselenggarakan pelelangan ikan agar tercapai harga yang sesuai, sehingga masing-masing pihak tidak merasa di rugikan.
TPI, selain merupakan pintu gerbang bagi nelayan dalam memasarkan hasil tangkapannya, juga menjadi tempat untuk memperbaiki jaring, motor, serta kapal dalam persipan operasi penangkapan ikan. Tujuan utama didirikannya TPI adalah menarik sejumlah pembeli, sehingga nelayan dapat menjual hasil tangkapannya sesingkat mungkin dengan harga yang baik serta dapat menciptakan pasaran yang sehat melalui lelang murni. Disamping itu, secara fungsional, sasaran yang diharapkan dari pengelolaan TPI adalah tersedianya ikan bagi kebutuhan penduduk sekitarnya dengan kualitas yang baik serta harga yang wajar. Namun tidak tertutup kemungkinan bahwa pengelolaan TPI yang baik serta professional akan memotivasi para nelayan untuk menambah dan mengembangkan usahanya di bidang perikanan.
Pemerintah Kabupaten Pemalang menetapkan kebijakan yang menempatkan Desa Tasikrejo sebagai tempat pengembangan TPI. Hal ini merupakan fasilitas utama perikanan tangkap, berada di kawasan Desa Tasikrejo dan sekitarnya. Permasalahan yang terdapat pada tapak adalah kondisi fisik yang memadahi. Kondisi iklim dan cuaca yang memiliki karakteristik, seperti angin, panas matahari, dan curah hujan yang relatif tinggi juga perlu ditanggapi agar tidak memberikan dampak negatif pada bangunan. Pendekatan, metode analisis, sesuai dengan parameter perancangan pembangunan, terutama pada aspek bentuk ruang, massa, dan tampilan, serta aspek struktur, konstruksi, dan material. Hasil rancangan bentuk ruang dan tampilan diharapkan dapat menyesuaikan kondisi angin, matahari, dan hujan. Sedangkan rancangan struktur konstruksi dan material diharapkan dapat menyesuaikan kondisi tanah dan banjir, serta stabil dan tahan terhadap angin, matahari, dan kelembaban.
Kabupaten Pemalang sebagai salah kawasan pesisir-pantai, memiliki potensi sumberdaya perikanan laut dan salah satu lokasi pengembangan pelabuhan perikanan di Indonesia. Dalam rangka pemanfaatan sumber daya ikan dan pemasaran produk perikanan dan penguatan ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan, serta peningkatan kesejahteraan nelayan yang ditetapkan dalam KEPMEN KP No. 45 Tahun 2014 tentang Rencana Induk Pelabuhan Perikanan Nasional. Pemerintah Kabupaten Pemalang menanggapi isu tersebut dengan menetapkan Desa Tasikrejo sebagai kawasan pengembangan TPI, sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pemalang. Pemerintah merealisasikan rencana pengembangan TPI tersebut dengan menetapkan kawasan Tasikrejo sebagai tapak pengembangan. Tapak perancangan TPI Tasikrejo memiliki kondisi lingkungan yang relatif baik.
Berdasarkan kondisi tersebut, perancangan TPI Tasikrejo perlu memperhatikan hal-hal yang terkait dengan kondisi teknis, sosial dan ekonomi guna meminimalisasi dampak dari permasalahan yang terjadi. Hal demikian mencakup keselarasan antara manusia dan semua hal yang melingkupinya. Aspek perancangan bangunan, meliputi bentuk, ruang, dan tampilan, struktur, konstruksi, dan material, serta utilitas (Frick dan Suskiyatno, 1998).
Tujuan pembangunan TPI Tasikrejo adalah dapat memenuhi cipta dan rasa yang memperhatikan kenyaman serta keuntungan secara makro ekonomi. Secara teknis terdapat sekurang-kurangnya tiga aspek pengaruh iklim terhadap bangunan, yaitu radiasi matahari, resipitasi (hujan), dan pergerakan udara (angin) (Lippsmeier, 1997). Pembangunan TPI pada kawasan Tasikrejo seperti kawasan pesisir-pantai dan tepi sungai dapat ditanggapi dengan penggunaan bentuk bangunan untuk menghalau genangan air (NYC Department of City Planning. 2013). Pembangunan TPI dapat menyesuaikan kondisi eksisting lingkungan alam, sosial dan ekonomi yang ada (Prasojo, 2010).
2. Tinjauan dan Konsep Ruang dan Bangunan
Lahan yang perlu disediakan pemerintah Kabupaten Pemalang untuk perencanaan pembangunan TPI kurang lebih ±200.000 m2, atau ±20 Ha. Konsep bentuk ruang dan tampilan bangunan didasari oleh analisis bentuk ruang, massa, dan tampilan bangunan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tasikrejo. Di Kabupaten Pemalang dengan mengutamakan fungsi pelayanan hasil tangkapan, memiliki luas lantai, serta kondisi angin, matahari, dan hujan, perlu memperhatikan hal-hal berikut:
- Konsep bentuk Ruang TPI.
Bentuk ruang TPI Tasikrejo di Kabupaten Pemalang lebih menanggapi kondisi dan berapa kriteria rancangan dihasilkan pada tahap analisis bentuk ruang TPI Tasikrejo. Kriteria yang paling sesuai untuk ditetapkan sebagai konsep, yaitu bentuk ruang (layout) bangunan dengan bentuk geometri dasar persegi panjang, memiliki orientasi sisi panjang Utara Selatan, tegak lurus terhadap arah datang angin, dan sisi pendek memiliki orientasi Timur-Barat, sesuai dengan alur matahari. Bentuk ruang (layout) tersebut mampu memberikan aliran angin untuk sirkulasi udara pada bangunan 59% lebih banyak sesuai dengan kebutuhan menciptakan ruang yang tidak pengap akibat bau ikan dan dapat mereduksi panas dalam ruang.
- Konsep bentuk massa TPI.
Konsep bentuk massa bangunan TPI Tasikrejo Pemalang yang ditetapkan adalah membagi massa bangunan tersebut menjadi dua bagian, yaitu massa bawah bangunan dan massa atas bangunan.
- Konsep massa bawah TPI.
Konsep massa bawah bangunan yang ditetapkan adalah transformasi bentuk ruang persegi panjang menjadi bentuk balok yang terdiri dari bidang lantai, bidang badan, dan bidang atas. Bidang tegak yang berupa dinding/kolom bangunan tegak lurus terhadap bidang lantai dan bidang atas guna mengoptimalkan ruang gerak aktifitas pelaku dalam bangunan (tidak terbentuk sudut mati).
- Konsep massa atas TPI.
Konsep bentuk massa atas bangunan menggunakan bentuk sudut ≤30° yang mampu mentoleransi tekanan angin dengan baik dan mengadopsi bentuk massa atas mansard yang memiliki atap bertingkat dan sesuai dengan lingkungan tropislembab seperti karakter lingkungan tapak TPI PPP Tasikrejo Pemalang. Selain itu, bentuk mansard memiliki sudut kemiringan atap landai di bagian puncaknya yang dapat menanggapi tekanan angin yang tinggi.
3. Konsep bentuk tampilan bangunan TPI.
Massa yang ditinggikan (elevated) dengan lantai satu (first level) merupakan ruang kosong dan tidak tertutup oleh dinding masif (opened) untuk mengekspresikan bangunan pesisir-pantai. Berdasarkan konsep tersebut, massa bawah bangunan terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kaki bangunan dan badan bangunan. Badan bangunan yang menggunakan konsep semi terbuka (tanpa dinding massif). Konsep tampilan bangunan tersebut menanggapi kondisi lingkungan pelabuhan perikanan yang pada umumnya terkontaminasi oleh bau ikan yang relatif menyengat sehingga dibutuhkan sirkulasi udara yang baik, salah satunya dengan cara memaksimalkan bukaan pada bangunan.
3. Konsep Struktur, Konstruksi, dan Material Pembangunan TPI
Konsep struktur terbagi menjadi dua bagian, yaitu konsep struktur bawah (substructure) dan konsep struktur atas (superstructure).
- Konsep struktur bawah TPI Konsep struktur panggung diaplikasikan pada bangunan yang berada di wilayah darat dengan tujuan pengamanan terhadap ancaman genangan air yang terjadi dalam waktu tertentu dan waktu terjadinya genangan relatif sebentar, yaitu dengan kisaran 2 – 3 jam (temporal). Konsep material yang diterapkan pada struktur panggung TPI adalah material Expanded Polystyrene (EPS) dengan konstruksi serupa sambungan beton, yaitu mengaitkan dan mengikat antar panel EPS dengan menggunakan tulangan besi berbentuk wiremesh yang telah ditanam sebelumnya pada proses pabrikasi. konsep struktur panggung menggunakan jenis pondasi strauss pile karena dapat menanggapi kondisi tanah yang lunak dan labil.
- Konsep struktur atas TPI Konsep struktur atas bangunan yang ditetapkan dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain struktur lantai, kolom, dinding, dan atap. Konsep struktur lantai, kolom, dan dinding TPI menggunakan material EPS yang memiliki ciri seperti plat beton bertulang, namun memiliki berat jenis yang lebih ringan dari beton, yaitu 1/200 beton, sehingga berdampak pada pengurangan beban bangunan pada tanah lunak dan labil. Pori-pori EPS yang berukuran mikro (kedap air) dapat menghalau menempelnya partikel air dalam udara yang dapat meningkatkan kelembaban dalam bangunan.
4. Rancangan Tanggap Lingkungan Pembangunan TPI
Konsep-konsep tanggap lingkungan yang telah ditetapkan pada masing-masing aspek bangunan kemudian ditransformasikan menjadi rancangan tanggap lingkungan TPI Tasikrejo Pemalang, yang terdiri dari gambar-gambar rancangan, meliputi rancangan skala tapak, meliputi site plan, layout plan, dan perspektif kawasan, serta rancangan skala bangunan, meliputi denah, potongan bangunan, tampak, serta perspektif struktur.
Rancangan skala tapak terdiri dari site plan dan layout plan yang dapat menjelaskan transformasi konsep bentuk ruang TPI Tasikrejo Pemalang yang memiliki geometri dasar persegi panjang dengan sisi panjang berorientasi ke Utara Selatan dan sisi pendek bangunan berorientasi ke Timur-Barat untuk menanggapi kondisi angin dan matahari.
Rancangan skala bangunan terdiri dari denah, tampak, potongan, dan perspektif pembagian struktur.
- Denah TPI Tasikrejo.
Denah dapat menjelaskan transformasi konsep bentuk ruang TPI menjadi rancangan dan memperjelas bahwa terdapat pada site plan dan layout plan, yaitu bentuk ruang (layout) utama. TPI yang memiliki geometri persegi panjang, dengan orientasi sisi panjang tegak lurus arah angin pada sisi Utara-Selatan tapak untuk mengalirkan angin 59% lebih banyak, dan sisi pendek bangunan mengarah pada sinar matahari langsung untuk mereduksi pemanasan pada bangunan.
- Tampak TPI Tasikrejo.
Tampak dapat menjelaskan transformasi konsep tampilan TPI Tasikrejo menjadi hasil rancangan pembangunan TPI. Konsep tampak adalah massa yang ditinggikan (elevated) dengan lantai satu (first level), dan konsep tampilan semi terbuka (tanpa dinding massif), yang menanggapi kondisi lingkungan pelabuhan perikanan yang pada umumnya terkontaminasi oleh bau ikan yang relatif menyengat sehingga dibutuhkan sirkulasi udara yang baik, salah satunya dengan cara memaksimalkan bukaan pada bangunan.
- Potongan dan perspektif struktur TPI Tasikrejo.
Potongan dan perspektif struktur dapat menjelaskan transformasi konsep struktur, konstruksi, dan material TPI Tasikrejo Pemalang menjadi hasil rancangan. Konsep yang diaplikasikan dan terlihat pada gambar potongan dan perspektif struktur adalah sistem pembagian struktur (struktur atas dan bawah), bentuk konstruksi, jenis-jenis material yang tanggap lingkungan, seperti:
1) Penggunaan struktur pondasi dan bentuk struktur panggung sebagai tanggapan terhadap kawasan rentan amblesan dengan karakteristik tanah lunak dan labil, serta rentan terhadap banjir.
2) Penggunaan material Expanded Polystyrene (EPS) yang memiliki sifat kekuatan hampir setara beton, namun dengan bobot yang jauh lebih ringan (1/200) sehingga beban bangunan dapat direduksi, mudah dibersihkan, memiliki pori-pori berukuran mikro sehingga partikel air tidak dapat menempel dan tersimpan di dalam pori-pori material tersebut sehingga material EPS tahan (resistant) terhadap kelembaban pada lantai, kolom, balok, pedestal, serta dinding dan partisi TPI Tasikrejo Pemalang.
3) Penggunaan material baja pada struktur space truss dan rangka atap dapat menanggapi kondisi angin dan kelembaban karena material baja relatif lebih stabil, bahkan paling stabil dalam menanggapi kondisi angin bertekanan tinggi, seperti di kawasan pesisir-pantai, dan material baja juga relatif cukup tahan pada kelembaban (tidak bisa lapuk).
Contoh Tampak Bangunan Fisik TPI adalah pada gambar berikut.
Rancangan bangunan TPI secara teknik dapat direalisasikan dengan cara menerapkan konsep bentuk ruang, massa, dan tampilan bangunan dengan memperhatikan arah angin dan matahari. Hal demikian menghasilkan seperti bentuk layout ruang persegi panjang dengan sisi panjang tegak lurus arah angin, bentuk massa atas dengan kemiringan ≤30º dengan dua tingkatan atap, serta struktur, konstruksi, dan material yang mampu menanggapi kondisi tanah lunak dan labil yang rentan terhadap amblesan dan banjir, serta stabil (stable) dan tahan (resistant) terhadap angin, matahari, dan kelembaban.
5. Fungsi Pokok TPI
Fungsi pokok TPI di Kabupaten Pemalang adalah sebagai prasarana pendukung aktivitas nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut, penanganan dan pengolahan hasil ikan tangkapan dan pemasaran bagi ikan hasil tangkapannya serta sebagai tempat untuk melakukan pengawasan kapal ikan. Berdasarkan fungsi itu, maka tujuan dan sasaran yang hendak dicapai oleh TPI ini adalah dengan pelayanan yang diberikan diharapkan produktivitas kapal dan pendapatan nelayan akan meningkat.
1. Fasilitas Pendukung Pokok
Merupakan fasilitas yang harus ada dan berfungsi untuk melindungi pelabuhan ini dari gangguan alam, tempat membongkar ikan hasil tangkapan dan memuat perbekalan, serta tempat tambat labuh kapal-kapal penangkap ikan. Fasilitas dasar ini meliputi:
- Penahan Gelombang (Piers). Berfungsi untuk menahan datangnya gelombang agar kapal atau perahu yang berlabuh pada pelabuhan tersebut terlindung dari pengaruh gelombang.
- Alur Pelayaran. Berfungsi untuk memperlancar keluar / masuknya kapal atau perahu di pelabuhan tersebut.
- Kolam Pelabuhan. Berfungsi untuk melindungi kapal atau perahu yang berlabuh pada pelabuhan tersebut terlindung dari pengaruh angin / gelombang.
- Dermaga. Berfungsi sebagai tempat bersandarnya kapal atau perahu dalam membongkar muatan atau mengisi bahan perbekalan.
2. Fasilitas Fungsional
Fasilitas yang berfungsi untuk memberikan pelayanan dan manfaat langsung yang diperlukan untuk kegiatan operasional suatu pelabuhan perikanan. Fasilitas fungsional ini terdiri dari:
a. Gedung TPI adalah fasilitas yang merupakan sentra kegiatan di lingkungan kerja pelabuhan perikanan, yaitu merupakan tempat bertemunya nelayan sebagai produsen dan pedagang sebagai konsumen.
b. Sarana Logistik, meliputi pabrik es, persediaan air tawar, bahan bakar serta perbekalan untuk melaut.
c. Sarana Handling atau Processing Ikan. Meliputi tempat pernyortiran, pengepakan, penjemuran, pengasinan, pemindangan, dan lain-lain.
d. Sarana untuk perbaikan/perawatan, meliputi galangan kapal. Docking yard tempat penjemuran dan perbaikan alat tangkap serta perbengkelan.
e. Lembaga Keungan mikro untuk mengatasi permasalah permodalan melaut dan permodalan perdagangan.
f. Sarana untuk Crew Kapal, meliputi tempat mandi umum, balai pengobatan, gedung / balai pertemuan nelayan dan tempat untuk beristirahat nelayan (crew kapal).
g. Sarana Komunikasi dan Navigasi, meliputi online internet, telepon, handphone, fax, telegram, radio / SSB, Buoy.
3. Fasilitas Penunjang
Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung mempertinggi peranan pelabuhan perikanan dan tidak termasuk fasilitas dasar atau fungsional, yaitu meliputi:
a. Kantor administrasi (Adpel, Syahbandar, Bea Cukai, Keamanan, dan lain-lain).
b. Toko / warung serba ada (Waserda).
c. Balai pertemuan nelayan.
d. Perumahan karyawan / mess operator.
e. MCK umum.
f. Sarana ibadah.
g. Sarana kesehatan.
h. Perumahan / pemukiman nelayan.
i. Tempat penginapan nelayan.
j. Saluran drainase dan fasilitas kebersihan lainnya.
k. Fasilitas pembersih limbah kapal dan industri perikanan.
Tersedianya fasilitas yang lengkap bagi suatu TPI diharapkan akan mampu memenuhi dan melayani masyarakat penggunanya. Volume dan kapasitas menampung jumlah kapal yang mendarat beserta muatannya tergantung dari tingkat pelayanan dan ukuran fasilitas yang tersedia.
6. Fungsi dan Peranan Pemerintah
Pembangunan dan penyediaan fasilitas prasarana perikanan dan dalam hal ini Pelabuhan Perikanan yang dibangun oleh Pemerintah cq. Direktorat Jenderal Perikanan dalam menunjang perkembangan kegiatan penangkapan ikan di laut adalah sesuai dengan amanat Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, pada Pasal 41 yang isinya sebagai berikut:
a. Pemerintah menyelenggarakan dan membina pelabuhan perikanan;
b. Menteri menetapkan:
1. Rencana induk pelabuhan perikanan secara nasional;
2. Klasifikasi pelabuhan perikanan dan suatu tempat yang merupakan bagian perairan dan daratan tertentu yang menjadi wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan;
3. Persyaratan dan atau standart teknis dan akreditasi kompetensi dalam perencanaan, pembangunan, operasional, pembinaan dan pengawasan pelabuhan perikanan;
4. wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan, dan pelabuhan perikanan yang tidak dibangun oleh Pemerintah.
c. Setiap kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan harus mendaratkan ikan tangkapannya di pelabuhan perikanan yang ditetapkan.
d. Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan yang tidak melakukan bongkar muat ikan tangkapan di pelabuhan perikanan yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat d. dikenakan sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan izin atau pencabutan izin.
Sedangkan menurut Penjelasan atas UU RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pada Pasal 41 tersebut di atas adalah sebagai berikut:
Ayat (1):
Dalam rangka pengembangan perikanan, Pemerintah membangun dan membina pelabuhan perikanan yang berfungsi, antara lain sebagai tempat tambat labuh kapal perikanan, tempat pendaratan ikan, tempat pemasaran dan distribusi ikan, tempat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan, tempat pengumpulan data tangkapan, tempat pelaksanaan penyuluhan serta pengembangan masyarakat nelayan, dan tempat untuk memperlancar kegiatan operaional kapal perikanan.
Ayat (4):
Yang dimaksud dengan “bongkar muat ikan” adalah termasuk juga pendaratan ikan. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1995), bahwa fungsi dari pelabuhan perikanan adalah sebagai berikut:
a. Pusat pengembangan masyarakat nelayan; Sebagai pusat pengembangan dan sentra kegiatan masyarakat nelayan, Pelabuhan Perikanan diarahkan dapat mengakomodir kegiatan nelayan baik nelayan setempat maupun nelayan pendatang.
b. Tempat berlabuh kapal perikanan; Pelabuhan Perikanan yang dibangun sebagai tempat berlabuh (landing) dan tambat/merapat (mouring) kapal-kapal perikanan, berlabuh/ merapatnya kapal perikanan tersebut dapat melakukan berbagai kegiatan misalnya untuk mendaratkan ikan (unloading), memuat perbekalan (loading), istirahat (berthing), perbaikan apung (floating repair) dan naik dock (docking). Sehingga sarana atau fasilitas pokok pelabuhan perikanan seperti dermaga bongkar, dermaga muat, dock/slipway menjadi kebutuhan utama untuk mendukung aktivitas berlabuhnya kapal perikanan tersebut.
c. Tempat pendaratan ikan hasil tangkapan; Sebagai tempat pendaratan ikan hasil tangkap (unloading activities) Pelabuhan Perikanan selain memiliki fasilitas dermaga bongkar dan lantai dermaga (apron) yang cukup memadai, untuk menjamin penanganan ikan (fish handling) yang baik dan bersih didukung pula oleh sarana / fasilitas sanitasi dan wadah pengangkat ikan (basket).
d. Tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan; Pelabuhan Perikanan dipersiapkan untuk mengakomodir kegiatan kapal perikanan, baik kapal perikanan tradisional maupun kapal motor besar serta untuk kepentingan pengurusan administrasi persiapan ke laut dan bongkar ikan, pemasaran / pelelangan dan pengolahan ikan hasil tangkap.
e. Pusat penanganan dan pengolahan mutu hasil perikanan;
f. Prinsip penanganan dan pengolahan produk hasil perikanan adalah bersih, cepat dan dingin (clean, quick and cold). Untuk memenuhi prinsip tersebut setiap Pelabuhan Perikanan harus melengkapi fasilitas–fasilitasnya seperti fasilitas penyimpanan (cold storage) dan sarana / fasilitas sanitasi dan hygien, yang berada di kawasan Industri dalam lingkungan kerja Pelabuhan Perikanan.
g. Pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan;
h. Dalam menjalankan fungsi, Pangkalan Pendaratan Ikan dilengkapi dengan TPI, pasar ikan (Fish Market) untuk menampung dan mendistribusikan hasil penangkapan baik yang dibawa melalui laut maupun jalan darat.
i. Pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan; Pengendalian mutu hasil perikanan dimulai pada saat penangkapan sampai kedatangan konsumen. Pelabuhan Perikanan sebagai pusat kegiatan perikanan tangkap selayaknya dilengkapai unit pengawasan mutu hasil perikanan seperti laboratorium pembinaan dan pengujian mutu hasil perikanan (LPPMHP) dan perangkat pendukungnya, agar nelayan dalam melaksanakan kegiatannya lebih terarah dan terkontrol mutu produk yang dihasilkan.
j. Pusat penyuluhan dan pengumpulan data;
k. Untuk meningkatkan produktivitas, nelayan memerlukan bimbingan dan penyuluhan, baik secara tehnis maupun managemen usaha yang efektif dan efisien. Sebaliknya untuk membuat langkah kebijaksanaan dalam pembinaan masyarakat nelayan dan pemanfaatan sumberdaya ikan, selain data primer yang didapat melalui penelitian, maka data sekunder juga diperlukan. Untuk itu, maka didalam kawasan Pelabuhan Perikanan juga bisa digunakan untuk penyuluhan dan pengumpulan data.
l. Pusat pengawasan penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan; Pelabuhan Perikanan sebagai basis pengawasan penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan. Kegiatan pengawasan tersebut dilakukan dengan pemeriksaan spesifikasi teknis alat tangkap dan kapal perikanan, ABK, dokumen kapal ikan dan hasil tangkapan. Sedangkan kegiatan pengawasan di laut, Pelabuhan Perikanan dapat dilengkapi dengan pos/pangkalan bagi para petugas pengawas yang akan melakukan pengawasan di laut.
Menurut Damaredjo (1991), untuk mendukung peranan TPI dalam operasionalnya diperlukan fasilitas-fasilitas yang dapat:
a. Memperlancar kegiatan produksi dan pemasaran hasil tangkapan.
b. Menimbulkan rasa aman bagi nelayan terhadap gangguan alam dan manusia.
c. Mempermudah dalam pembinaan serta menunjang pengorganisasian usaha nelayan dalam unit ekonomi.
Kompleksitas pemasaran produk ikan yang dihasilkan dari upaya penangkapan akan membuat nilai jual yang diperoleh produsen (nelayan) dan konsumen akhir sangat jauh berbeda. Kesenjangan ini akan menimbulkan dampak negatif yang kurang baik bagi perkembangan perekonomian pada bidang perikanan.
Agar hasil pemanfaatan sumberdaya ikan oleh nelayan bisa baik, maka TPI harus dapat dikembangkan fungsinya dari service centre menjadi marketing centre. Keberhasilan pengembangan ini akan melahirkan suatu mata rantai pemasaran (market channel) yang teguh dan menciptakan growth centre dalam menghadapi dan mengantisipasi perdagangan bebas yang bakal diterapkan di Indonesia pada akhirnya akan mempengaruhi kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat khususnya nelayan.
7. Sistem Pelelangan Ikan
Pelelangan ikan adalah suatu kegiatan di tempat pelelangan ikan guna mempertemukan antara penjual dan pembeli sehingga terjadi tawar-menawar harga ikan yang mereka sepakati bersama Secara tradisional setelah nelayan memperoleh hasil ikan tangkapan, mereka lalu mencoba menjual sendiri kepada konsumen setempat melalui cara barter atau dengan nilai uang tertentu. Kegiatan ini tidak terorganisir dengan baik dan kurang efisien dan tidak produktif, mutu ikan tidak dijaga sehingga harga ikan cenderung menurun. Perkembangan lain yaitu adanya upaya bahwa pemasaran ikan harus dirubah yakni dari sistem penjualan ikan yang sendiri-sendiri menjadi sistem penjualan ikan secara lelang dan terorganisir.
Hal ini akan sangat menguntungkan karena harga tidak ditentukan oleh pembeli dan mutu ikan dapat dipertahankan serta nilai jual yang diperoleh nelayan menjadi lebih besar. Melihat kenyataan demikian, pelaksanaan lelang akhirnya menjadi kebutuhan nelayan. Sebagaimana telah dipaparkan dimuka bahwa menurut UU No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, pada pasal 41 disebutkan bahwa Pemerintah mengatur tata niaga ikan dan melaksanakan pembinaan mutu hasil perikanan. Tujuan pengaturan tata niaga oleh Pemerintah agar proses tata niaga ikan berjalan tertib sehingga nelayan sebagai produsen dan pembeli akan memperoleh manfaat dan saling menguntungkan.
Salah satu bentuk pengaturan yang telah diatur oleh Pemerintah adalah mewajibkan semua ikan hasil tangkapan agar dilakukan proses pelelangan ikan kecuali ikan-ikan untuk ekspor, ikan-ikan dalam jumlah kecil untuk konsumsi nelayan, ikan-ikan hasil tangkapan untuk penelitian. Dengan demikian proses pelelangan ikan ini ditujukan untuk pengaturan tata niaga ikan di dalam negeri. Sistem pelelangan ini ditujukan untuk hasil tangkapan ikan yang dijual bukan untuk tujuan ekspor.
Dari aspek ekonomi, dengan proses pelelangan ikan maka nelayan dapat diuntungkan dengan adanya harga jual ikan standar. Selain itu pembeli memperoleh keuntungan karena harga beli ikan yang cukup wajar. Sedangkan Pemerintah Daerah mendapat keuntungan berupa Pendapatan Asli Daerah.
Kemudian masyarakat secara tidak langsung juga akan merasakan denyut nadi perekonomian yang meningkat akibat adanya aktivitas kegiatan pelelangan ikan. Dari aspek sosial-budaya terlihat bahwa masyarakat nelayan berkomunikasi satu sama lain dan mereka memperoleh informasi di TPI sehingga pada akhirnya akan merubah sikap dan perilaku ke arah yang lebih positif. Di dalam transaksi penjualan ikan antara nelayan dengan pedagang ikan pada umumnya posisi nelayan lemah dan harga ikan biasanya ditentukan oleh pedagang ikan sehingga harga ikan menjadi lebih rendah atau murah. Situasi tersebut menunjukan terjadinya kegagalan pasar dikarenakan transaksi penjualan ikan hanya menguntungkan pedagang ikan dan merugikan nelayan.
Sehubungan dengan situasi kegagalan pasar didalam transaksi penjualan ikan tersebut di atas menurut Rachbini DJ (1996) terbuka kemungkinan masuknya peranan Negara cq Pemerintah untuk mendorong terwujudnya mekanisme pasar yang effektif sehingga kesejahteraan optimal pelaku-pelaku ekonomi didalamnya bisa tercapai secara lebih baik.
Berdasarkan sistim transaksi penjualan ikan dengan sistem lelang tersebut di atas diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nelayan dan perusahaan perikanan serta pada akhirnya dapat memacu dan menunjang perkembangan kegiatan penangkapan ikan di laut. Hal ini terlihat pada hasil evaluasi Direktur Bina Prasarana Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan 1994 yang antara lain menyatakan bahwa:
a. Laju peningkatan volume pendaratan ikan lebih tinggi dari pada laju peningkatan penangkapan dan ini berarti fungsi dan peran pelabuhan perikanan sebagai sentra produksi semakin nyata.
b. Laju peningkatan volume pendaratan ikan lebih tinggi dari laju frekwensi kunjungan kapal berarti usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh para nelayan lebih efisien. c. Laju peningkatan volume penyaluran es lebih tinggi dari pada voleme pendaratan yang berarti meningkatnya kesadaran akan mutu ikan segar yang harus dipertahankan.