Hardiwinoto.com-Sesudah kemangkatan Ranggawuni pada tahun 1272, Kertanegara yang waktu itu menjadi yuwaraja atau raja muda (1254-1272) di Kadiri menjadi raja di Singhasari. Selama menjabat sebagai raja Singhasari, Kertanegara yang merupakan putra Ranggawuni dan Waningrum itu menggunkaan gelar Sri Maharaja Sri Lokawijaya Parusottama Wira Asta Basudewadhipa Aniwariwiryanindita Parakrama Murdhaja Namottunggadewa.
Semasa pemerintahannya, Kertanegara memiliki gagasan besar untuk dapat menyatukan seluruh wilayah di Nusantara. Awalnya, Kertanegara berhasrat menundukkan kerajaan Sriwijaya dengan kekuatan pasukan Singhasari. Misi penundukan Kerajaan Sriwijaya itu dikenal dengan ekspedisi Pamalayu yang direalisasikan pada tahun 1275.
Beriringan dengan ekspedisi Pamalayu, Kertanegara telah berhasil menguasai Kerajaan Campa dengan melalui politik pernikahan antara adik perempuannya dengan raja Campa. Di samping kerajaan Campa, Kertanegara dapat menaklukkan beberapa wilayah di Nusantara, seperti Bakulapura, Sunda, Madura, Bali, dan Gurun.
Dalam satu sisi, Kertanegara berhasil meperluas wilayah kekuasaannya, namun dalam sisi lain, Kertanegara yang berpendirian keras itu tidak bijak di dalam mengelola kabinetnya dengan baik. Ketidakbijakan atas perombakan kabinet yang dilakukan oleh Kertanegara, yaitu menurunkan pangkat Patih Raganatamenjadi ramadayaksa, dan menurunkan pangkat demung kepada Aria Wiraraja menjadi bupati serta memutasikannya ke Sumenep tersebut mengakibatkan pemberontakan Kalana Bayangkara(Cayaraja) pada tahun 1270. Selain pemberontakan KalanaBayangkara adalah pemberontakan yang dilakukan oleh Mahisa Rangkah. Namun pemberontakan Kalana Bayangkara dan Mahisa Rangkah itu dapat ditumpas oleh Kertanagara.
Kekuasaan Kertanagara baru dapat digulingkan sesudah muncul pemberontakan Jayakatwang (bupati Gelang-Gelang/Madiun) beserta kroni-kroninya, antra lain Aria Wiraraja, Patih Kebo Mundarang, Ardharaja, dan pasukan Jaran Guyang pada tahun 1272. Lantas siapakah sebenarnya JayaKatwang? Bagaimana sejarah pemberontakan Jayakatwang terhadap kekuasaan Kertanagaradi Singhasari? Bagaimana pula pasca pemberontakan Jayakatwang?
Perihal JayaKatwang
Kakawin Nagarakretagama dan Kidung Harsawijaya menyebutkan bahwa Jayakatwang yang juga disebut Jayakatong, Aji Katong, Jayakatyeng, atau Ha-ji-ka-tang merupakan keturunan Kertajaya. Raja terakhir Kadiri yang ditaklukkan oleh Ken Arok pada tahun 1222.
Berdasarkan catatan sejarah, Jayakatwang merupakan putra Sastrajaya yang merupakan anak dari Jayasaba atau cucu dari Kertajaya. Dimungkinkan bahwa Jayakatwang masih keponakan Ranggawuni. Mengingat saudara perempuan Ranggawuni menikah dengan Sastrajaya. Pendapat ini berdasarkan prasasti Mula Malurung yang berangka tahun 1255.
Selain menyebut Jayakatwang merupakan keponakan Ranggawuni, prasasti MulaMalurung juga menyebutkan bahwa istri JayaKatwang adalah Turubali. JayaKatwang memiliki putra bernama Ardharaja yang menjadi menantu Kertanagara. Dengan demikian, hubungan antara Jayakatwang dengan Kertanagara adalah sepupu, saudara ipar, dan sekaligus besan.
Muncul suatu pendapat bahwa Gelang-Gelang di mana Jayakatwang berkuasa merupakan nama lain dari Kadiri. Namun pendapat tersebut disangkal pleh prasasti Mula Malurung yang menyebutkan bahwa Gelang-Gelang dan Kadiri adalah dua wilayah yang berbeda. Prasasti Mula Malurung menyebutkan kalau saat itu Kadiri diperintah Kertanagara sebagai yuwaraja, sedangkan Gelang-Gelang diperintah oleh Turukbali dan Jayakatwang. Selain itu, Kadiri berada di daerah Madiun. Kedua kota itu terpaut jarak puluhan kilometer.
Pemberontakan Jayakatwang
Kakawin NagaraKretagama, Serat Pararaton, Kidung Harsawijaya, dan Kidung Panjiwijayakrama menyebut Jayakatwang merupakan raja bawahan Gelang-Gelang yang memberontak kekuasaan Kertanagara di Singhasari. Naskah prasasti Kudadu dan prasasti Penanggungan menyebut Jayakatwang pada saat memberontak masih menjabat sebagai bupati Gelang-Gelang.
Serat Pararaton dan Kidung Harsawijaya menceritakan bahwa pemberontakan Jayakatwang dipicu oleh rasa dendamnya karena leluhurnya, yakni Kertajaya telah dikalahkan oleh leluhur Kertanagara, yaknii Ken Arok (pendiri kerajaan Singhasari).
Suatu hari, Jayakatwang menerima kedangan Wirandaya (putra Aria Wiraraja yang dimutasikan oleh Kertanagara) untuk menyampaikan surat dari ayahnya. Surat itu berisi anjuran agar Jayakatwang segera melakukan pemberontakan, karena Singhasari dalam keadaan kosong, ditinggal sebagian besar pasukan ke luar Jawa. Jayakatwang melaksanakan saran Aria Wiraraja. Oleh karena itu, Jayakatwang mengirim pasukan kecil yang dipimpin oleh Jaran Guyang untuk menyerbu Singhasari dari utara. Mendengar kabar itu, Kertanegara mengirim pasukannya yang dipimpin oleh Dyah Wijaya, menantunya untuk menghadapi pasukan Jaran Guyang. Pasukan kecil Jaran Guyang yang hanya bersifat pancingan supaya pertahanan pasukan Singhasari benar-benar kosong itu berhasil ditaklukkan oleh Dyah Wijaya.
Mengetahui kota Singhasari benar-benar kosong, Jayakatwang mengirim pasukan kedua dari arah selatan untuk menyerang Singhasari. Pasukan tersebut dipimpin oleh patih Kebo Mundarang. Dalam serangan tak terduga itu Kertanagara beserta empu Raganata, patih Kebo Anengah, Panji Aragani, dan Wirakerti berhasil dibunuh di dalam istana. Menurut prasasti Kudadu, Ardharaja (putra Jayakatwang yang tinggal di Singhasari bersama istrinya ikut serta dalam pasukan Dyah Wijaya. Tentu saja Ardharaja berada dalam posisi sangat sulit karena harus menghadapi pasukan ayahnya sendiri. Ketika mengetahui kekalahan Singhasari Ardharaja kemudian berbalik meningggal Dyah Wijaya dan bergabung dengan pasukan Gelang-Gelang.
Sumber: Achmad, Sri Wintala, 2017, Sejarah Pemberontakan Kerajaan di Jawa, Araska Publisher, Yogyakarta