Nilai budaya yang ideal bagi suatu masyarakat itu selalu berubah–ubah sesuai dengan kebutuhannya. Agama, sebagai wahyu Tuhan yang sudah tetap, menurut saya dalam relevansinya dalam kebudayaan ini juga menggariskan suatu sistem nilai-nilai buaya yang menurut ajaran Islam perlu ada dalam suatu masyarakat yang ideal.  Hanya saja sesuai dengan perkembangan masyarakat, maka di dalam sistem nilai budaya menurut Islam ini dibenarkan terjadi gerakan-gerakan untuk menentukan aksentuasi di antara nilai-nilai budaya tadi. Sekali lagi, aksentuasi ini adalah dalam rangka memobilisir nilai-nilai budaya itu pada keseimbangan yang maksimal.
Saya piker, yang menjadi persoalan apakah betul Islam memperbolehkan kita menekankan beberapa nilai-nilai tertentu dalam suatu masyarakat? Dan apakah mungkin terjadi keseimbangan dalam sistem nilai budaya Islam tadi? Dan apakah dalam masyarakat Islam di zaman nabi sudah mencapai keseimbangan itu? Tentang tingkat maksimum dalam keseimbangan itu tentunya tidak akan pernah selesai, karena selalu ada tingkat yang “lebih maksimum”. Karena itu maksimum di sini lebih menunjukkan suatu arah gerak yang terus menerus daripada suatu tingkat tertentu. Nah, saya pikir masalahnya adalah bagaimana membina persesuaian antara Islamic values system(transcendental) dengan cultural values system.
Kalau dipertanyakan lebih jauh, betulkah nilai-nilai Islam itu dinamis? Dan apakah yang dimaksud dengan nilai-nilai Islam? Menurut saya nilai–nilai Islam itu sendiri tetap. Penafsiran tentang isi tiap-tiap nilai itulah yang dinamis. Kalau ada perubahan tentang apa saja nilai-nilai Islam itu, masalahnya bukanlah karena nilai-nilai itu sendiri yang berubah, tetapi pengetahuan manusialah yang berubah dalam mencari nilai-nilai itu. (Ahmad Wahib, 5 Februari 1970)
Wahib, Ahmad. 1981. Pergolakan Pemikiran Islam, Catatan Harian Ahmad Wahib. LP3ES. Jakarta.