hardiwinoto.com-Suatu ketika saya membaca status facebook seorang teman, “Semarang kaline banjir itu mah biasa, yen Semarang dalane dadi kali ya mesti banjire”.
“Lha kamu kan seorang instinyur sipil tentunya kalau membangun jalan harus diikuti pembangunan saluran air” saya membalas.
“Bagaimana mungkin membangun saluran air, yang ditenderkan pembangunan jalan” ia balas jawab.
“Kalau usul pembangunan jalan, mestinya terintegrasi dengan pembangunan saluran air” aku pun balas jawab.
“Anggarannya hanya cukup untuk jalan, tidak sekaligus salurannya” ia menjelaskan.
“Kalau begitu, anda hebat, membangun jalan yang multiguna” saya berseloroh.
“Lho kok” ia agak kaget.
“Karena jalan yang anda bangun sekaligus menjadi sungai, ha ha ha” jawab saya dengan nada humor.
Di lain hari saya membaca berita-berita tentang banjir di media massa.
“Tanaman puso akibat direndam banjir”, “Rumah-rumah roboh diterjang banjir bandang”, “Kumpulan masyarakat menangis histeris kehilangan anak terhanyut oleh banjir”, “Asuransi mengalami kerugian karena klaim kerusakan mobil akibat banjir”, “Jembatan, jalan, dan terminal jebol, terendam banjir”, “Perekonomian macet akibat banjir”, “Masyarakat terserang banyak penyakit menular akibat banjir”, “Pemerintah kesulitan menghitung biaya kerugian akibat banjir menimpa seluruh lapisan masyarakat”.
Berita-berita tentang pengorbanan akibat banjir, dari tahun ke tahun, dari daerah satu ke daerah lain di Nusantara. Banjir adalah kata lain dari pengorbanan. Pengorbanan adalah biaya (cost).
***
Apa hubungnnya akuntansi dengan banjir? Kenapa memakai istilah akuntansi banjir, apa ada pakem ilmunya?, atau sekedar nganeh-nganehi, bahkan termasuk “memperkosa” istilah. Pertanyaan-pertanyaan mengusik kita dengan istilah akuntansi banjir. Ini adalah bagian dari ikhtiar untuk menganalogikan dua kata yaitu akuntansi dan banjir. Akuntansi selalu berprinsip pada keseimbangan, sedangkan banjir terjadi karena tidak terdapat keseimbangan ekosistem alam. Ketidakseimbangan berarti tidak sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi sehingga menyebabkan banjir. Bagaimana logikanya?
Akuntansi banjir ingin menyadarkan kepada kita tentang penghitungan biaya-biaya yang dibebankan kepada masyarakat akibat banjir. Biaya-biaya akibat banjir tersebut antara lai; kerusakan berbagai aset baik yang bersifat private maupun public, bahkan kurban jiwa, yang tentu berakibat secara multiflier berkurangnya atau terganggungunya aktivitas ekonomi, sehingga pendapatan riil masyarakat menurun. Yang dimaksud akuntansi banjir adalah bagaimana menghitung keseimbangan yang dianalogikan menjadi akuntansi banjir.
Pembangunan jalan yang tidak terintegrasi dengan saluran air sehingga menyebabkan banjir adalah baru contoh kecil. Ada banyak proses pembangunan yang tidak terintergrasi dengan pembangunan pengelolaan air sehingga menyebabkan banjir. Seperti lokasi perumahan, industri, perkantoran dan lain-lain yang tidak dalam keseimbangan sehingga sirkulasi air menjadi lewat permukaan. Air tidak meresap ke tandon-tandon di dalam tanah sehingga muncul biaya kemahalan karena semakin langkanya air tanah.
Menanggulangi banjir memang membutuhkan biaya, namun terjadi banjir juga mengakibatkan biaya. Karena itu maka perlu penghitungan berapa biaya penanggulangan banjir dan biaya yang akan terjadi akibat banjir. Berarti ada kesadaran bahwa banjir perlu ditanggulangi. Banjir bukan rutinitas, kebiasaan dan dianggap hal wajar. Keseimbangan akuntansi harusnya menjadi cara berfikir untuk menyelesaikan perosalan banjir yang sudah menjadi kebiasaan. Malahan yang terjadi banyak pembangunan yang menyebabkan banjir bukan pembangunan untuk menyelesaikan permasalahan banjir.
Akuntansi adalah pangkal dari perencanaan pembangunan yaitu melalui penganggaran. Dalam proses penganggaran, adakah orientasi penanggulangan banjir?. Mampukah anggaran menjadi kontrol untuk melihat biaya-biaya akibat banjir?
Banjir? Bisa jadi disebabkan karena ketidakseimbangan akuntansi dalam mengalokasikan sumberdaya dalam penanggulangan banjir. Atau ketidakpekaan orientasi pembangunan yang mampu menghitung biaya penanggulangan dan biaya akibat bajir. Dari sinilah mulai terjawab kenapa dimunculkan istilah akuntansi banjir.
Kesadaran berparadigma tentang akuntansi banjir harus secara vertikal dari para pemilik purbawasesa (otoritas/wewenang) akuntansi yaitu; para perancang, pengalokasi anggaran, dan para eksekutor pembanguan. Para pemilik purbawasesa harus memiliki kesadaran bahwa banjir harus ditanggulangi, karena berakibat hight cost development. Apa artinya? Jika pembangunan justru mengakibatkan biaya pembangunan yang lebih besar. Akuntansi banjir bukan sekedar kesadaran pemangku purbawasesa melainkan menjadi mental masyarakat untuk menyadari bahwa akibat banjir mengakibatkan biaya sosial maupun biaya pribadi.
Logika Akuntansi
Dengan pembangunan kita mendebit tambahan aset dalam akuntansi. Jika pembangunan menyebabkan banjir, maka aset dikredit kembali. jika aset yang dikredit lebih besar, berarti pembangunan menyebabkan kerugian dan sebaliknya.
Hardiwinoto. 2017. Akuntansi Banjir. Stabilitas. Edisi 127. 15 Januari- 17 Februari.