Pemberontakan Panembahan Ageng Giri

pemberontakan trunajaya

Hardiwinoto.com-Pada tahun 1645, Sultan Agung mangkat. Kedudukannya sebagai raja Mataram digantikan oleh putranya yang lahir dari Ratu Wetan, yakni Raden Mas Syayidin (Sri Susuhunan Amangkurat Agung atau Amangkurat I). Ketika menjadi raja, Amangkurat satu memiliki dua orang permaisuri, yakni Ratu Kulon (putri pangeran Pekik dari Surabaya) dan Ratu Wetan (putri dari keluarga Kajoran). Kelak, ratu Kulon melahirkan putra bernama Raden Mas Rahmat, Pangeran Adipati Anom atau Sunan Amangkurat II. Sementara Ratu Wetan melahirkan putra bernama Raden Mas Drajat, Pangeran Puger atau Sunan Pakubuana I.

Mataram yang ibukotanya telah dipindahkan dari Kerta ke Pleret semasa pemerintahan Sunan Amangkurat I mengalami masa suram. Hubungan Mataram dengan Banten semakin memburuk. Hubungan diplomatik antara Mataram dengan Makasar semakin mengalami kehancuran pasca tahun 1658. Tidak hanya hubungan hubungan Mataram dengan wilayah lain yang semakin tidak dinamis. Hubungan antara Sunan Amangkurat I dengan Raden Mas Rahmat, putranyaAmangkurat I. Sebaliknya, Sunan Amangkurat I ingin meracun Raden Mas Rahmat. Namun upaya keduanya itu berakhir pada kegagalan.

Pada tahun 1668, hubungan antara Sunan Amangkurat I dengan Raden Mas Rahmat semakin memuncak. Manakala Raden Mas Rahmat ingin merebut calon istri Sunan Amangkurat I yang bernama Rara Oyi. Perselisihan itu reda setelah Sunan Amangkurat I menghukum mati Pangeran Pekik yang menculik Rara Oyi untuk Raden Mas Rahmat serta kematian Rara Oyi di tangan Raden Mas Rahmat atas permintaan Sunan Amangkurat I.

Pemerintahan Sunan Amangkurat I semakin suram saat Mataram dihadapkan pada pemberontakan Trunajaya. Berikut penjelasan tentang pemberontakan yang dilakukan oleh Ki Ageng Panembahan Giri dar Giri Kedaton dan Trunajaya, putra mantu Panembahan Rama atau Raden Kajoran, yang mendapatkan dukungan dari Karaeng Galengsong.

 

Pemberontakan Panembahan Ageng Giri

Giri Kedaton yang sekarang terletak di Bukit Giri itu didirikan oleh Prabu Satmata, Raden Paku, atau Sunan Giri I pada tahun 1487. Sepeninggal Sunan Giri I pada tahun 1506, Giri Kedaton dikuasai oleh Sunan Dalem, Sunan Kedul, atau Sunan Giri II (1506-1546); Sunan Seda ing Margi atau Sunan Giri II (1546-1548); Sunan Prapen, Sunan Mas Ratu Pratikal, atau Suanan Giri IV (1548-1605), Sunan Kawis Guwa atau Sunan Giri V yang berkuasa sejak tahun 1605 dan tidak diketahui masa akhir kekuasaannya; Panembahan Ageng Giri yang tidak diketahui masa awal kekuasaannya, namun diketahui masa akhir kekuasaannya (1680); serta Panembahan Mas Witana Sideng Rana.

Semasa pemerintahan Sunan Giri II, Giri Kedaton diserang oleh Majapahit dibawah komando Sengguruh. Pihak Giri Kedaton yang hanya terdiri dari para santri dapat ditaklukkan oleh Majapahit dengan mudah. Sementara itu, Sunan Giri II sendiri mengungsi ke Desa Gumena.

Giri Kedaton kembali mendapat serangan dari kerajaan lain yakni Mataram melalui Pangeran Pekik semasa pemerintahan Sunan Kawis Guwa. Dalam peperangan melawan Mataram, Giri Kedaton mengalami kekalahan hingga menjadi bawahan Mataram.

Karena ingin menjadi negeri yang merdeka, Panembahan Ageng Giri (pengganti Sunan Kawis Guwa) melakukan pemberontakan terhadap Mataram yang dipimpin Sunan Amangkurat I. Karena Giri Kedaton tidak sekuat sebelumnya, Panembahan Ageng Giri dalam melakukan pemberontakan terhadap Mataram dengan mendukung pemberontakan Trunajaya.

Pemberontakan Panembahan Ageng Giri dan Trunajaya terhadap Mataram membuahkan hasil yang gemilang. Sunan Amangkurat I bersama Raden Rahmat dan Raden Mas Drajat melarikan diri dari istana. Dalam pelariannya itu, Sunan Amangkurat I meninggal di desa Wanayasa (Banyumas) pada 13 Juli 1677. Sunan Amangkurat Idimakamkan di Tegalarum.

Sepeninggal Sunan Amangkurat I, Raden Mas Rahmat menobatkan diri sebagai raja yang berkedudukan di Tegal. Berkat bantuan VOC, Raden Mas Rahmat berhasil melumpuhkan pemberontakan Panembahan Ageng Giri dari Giri Kedaton pada bulan April 1680. Murid andalan Panembahan Ageng Giri yang bernama Pangeran Singasari gugur dalam peperangan itu. Panembahan Ageng Giri berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Dan anggota keluarga Panembahan Ageng Giri dumusnahkan. Sejak peristiwa tersebut berakhir riwayat Giri Kedaton.

Achmad, Sri Wintala, 2017, Sejarah Pemberontakan Kerajaan di Jawa,Araska Publiher, Yogyakarta.

Hardiwinoto Muchtar

Hardiwinoto adalah seorang peneliti ekonomi, dosen, kolomnis, dan pegiat sosial. Kegiatan yang dilakukan terkait dengan koleksi buku-buku ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, sastra dan sejarah.

Artikel Menarik Lainnya

5 Comments

  1. Barangkali mengetahui nama asli Pangeran Singosari berikut nama putra putri nya serta kedudukannya masing2 ?
    Apakah diantara putra Pangeran Singosari Giri ada yg kemudian menjadi penguasa di wilayah Suci kecamatan Manyar kabupaten Gresik?

    1. terima kasih atas respon artikel saya ini, untuk pertanyaan tersebut saya belum mendapatkan literaturnya, jika berkenan bisa di sampaikan di sini. saya ucapkan terima kasih lagi.

  2. Saya dari Panumbangan (dekat Panjalu dulu kerajaan) Kabupaten Ciamis (dulu Kerajaan Galuh) Jawa Barat. Kami mempunyai Kakek buyut bernama H. Yahya Murdagiri. Beliau anak dari Murdagiri Laksana yang menjadi Kepala Desa di Panumbangan Periode 1801 – 1819 M dan Murdagiri Laksana adalah anak dari Giri Laksana (+/- 1662 an M). Menurut cerita leluhur kami, yang disampaikan secara turun temurun, menyebutkan bahwa Giri Laksana asalnya dari Giri Kedaton yang selamat meloloskan diri ke tatar Galuh karena di Giri Kedaton terjadi penyerangan oleh Mataram dan VOC 1680 M. Di ceritakan juga bahwa pada saat terjadinya penyerangan oleh Mataram tahun 1680, Giri Laksana masih berusia muda (sekitar 18 tahun). Katanya, beliau dibawa meloloskan diri oleh dua orang pejabat Giri Kedaton. Di tatar Galuh (tepatnya di bukit Gunung Syawal) beliau mengajarkan agama islam, tapi beliau diam-diam dan sembunyi-sembunyi karena takut diketahui oleh tentara Mataram yang saat itu (selama 110 tahun) menguasai Tatar Galuh. Baru berani muncul setelah anaknya (Murdagiri Laksana) menjadi Kapala Desa pada tahun 1801 M. Keturunan beliau sekarang sudah lebih generasi keenam. Pada saat ini keturunan Giri Laksana sedang menelusuri leluhurnya di Gersik.
    Tapi, setelah membaca uraian diatas, kami merasa menemukan jalan buntu, sebab disebutkan bahwa seluruh keturunan Panembahan Ageng Giri di bunuh (habis).
    Pertanyaannya: Apakah Giri Laksana itu sebenarnya tidak ada kaitan dengan prahara Giri Kedaton 1680?
    Mohon pencerahan dan kalau bisa bagaimana Silsilah ke bawahnya dari Panembahan Ageng Giri?
    Terima kasih.

    1. setahu saya tidak habis masih ada sebagian yang bisa melarikan diri. yang dimaksud dibantai habis adalah yang waktu itu bertempur. dalam tradisi perang, tentu ada sebagian kecil anak cucu yang dibawa lari oleh abdi dalem, cuma sejarah menjadi kesulitan mengidentifikasi para pelarian. semoga kebuntuan bisa tercari di referensi lainnya.

Leave a Reply to Mujib Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *